Monday, March 14, 2016

WUDHU



1.      PENGERTIAN  WUDHU
·      Menurut Bahasa
    Wudhu menurut bahasa diambil dari kata Wadhuah artinya bersih dan bagus
·      Menurut istilah
     Wudhu menurut istilah menggunakan air pada anggota badan tertentu dengan cara tertentu yang dimulai dengan niat guna menghilangkan hadast kecil. Wudhu merupakan salah satu syarat sahnya sholat (orang yang akan sholat, diwajibkan berwudhu lebih dulu, tanpa wudhu shalatnya tidak sah.
2.      SYARAT-SYARAT WUDHU
Setiap kita akan berwudhu ada beberapa syarat agar wudhu kita sah sebagai berikut :
1Menggunakan air mutlaq (sudah dijelaskan di depan);
2. Mengetahui bahwa itu adalah air mutlaq;
3. Beragama Islam;
4. Dewasa/tamyyiz;
5. Mengetahui tatacara berwudhu;
6. Tidak ada penghalang yang akan menghalangi sampainya air ke anggota badan wudhu;
7. Mencucurkan air, jadi tidak boleh diusapkan;
8. Masuk waktu sholat bagi daimul hadast(orang yang senantiasa berhadast, misal : orang beser, wanita yang sedang istihadhoh);
9. Mengetahui masuknya waktu sholat
10. Tidak ada penghalang seperti haid, nipas, menyentuh kemaluan
11. Tidak ada yang memalingkan dari tujuan (Asnal Matholib III / 80)
3.      Rukun-Rukun wudhu
Top of Form
Bottom of Form
1. Melakukan sendiri dalam mencucurkan air wudhu
Disunahkan dalam berwudhu tidak minta bantuan orang lain. Hal ini disunahkan untuk menghindari sifat sombong yang tidak layak bagi seorang yang mengabdi kepada Allah [ HR Bukhori no 382 dan Muslim no 931] . Dan tidak makruh kalaupun mohon bantuan pada orang lain, karena sahabat Rosulallah SAW yang bernama Usamah pada haji wada’ dan Mughiroh RA pada perang Tabuk membantu baginda Rosulallah SAW dalam menuangkan air wudhu untuk Beliau [ HR Bukhori no 383 dan muslim no 228], kemudian sunah .
2. Bersiwak
Bersiwak artinya menggosok atau alat siwak. Sedangkan menurut istilah adalah menggunakan kayu arok atau yang lainnya pada gigi dan sekitarnya, Perintah siwak ini terdapat dalam hadist-hadist Nabi Muhammad SAW , diantaranya ;
عن أبي هريرة رضي الله عنه عَنْ رَسُوْلِ اللهِ صلى الله عليه وسلم : أَنَّهُ قَالَ: لَوْلاَ اَنْ أَشُقَّ عَلَى اُمَّتِيْ لأَمَرْتُهُمْ بِالسِّوَاكِ مَعَ كُلِّ وُضُوْءٍ (رواه مالك وأحمد بسند صحيح)
Dari Abi Hurairoh RA : Dari Rosulallah SAW : Sesungguhnya bersabda :Kalau tidak aku memberatkan atas umatku, maka akan aku perintahkan mereka untuk bersiwak pada setiap kali wudhu (HR: Malik dan Ahmad)
Dari hadist di atas para ulama memahaminya, bahwa siwak ini disunatkan setiap kali wudhu, kecuali orang yang sedang puasa, ia tidak disunatkan bersiwak ketika sudah tergelincir matahari (waktu dzuhur) (Asnal matholib I/ 102), kemudian sunah;
3. Membaca Bismillahirrohmanirrohim,
Membacanya pada waktu pertama kali akan berwudhu. Hal ini berdasarkan hadist Nabi Muhammad SAW :
عن أنس رضي الله عنه قَالَ: طَلَبَ بَعْضُ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم وُضُوأً فَلَمْ يَجِدُوْا فَقَالَ صلى الله عليه وسلم : هَلْ مَعَ أَحَدٍ مِنْكُمْ مَاءٌ فَأُتِيَ بِمَاءٍ فَوَضَعَ يَدَهُ فِى الانَاءِ الَّذِىْ فِيْهِ المَاءُ ثُمَّ قَالَ تَوَضَّؤُوْا بِسْمِ اللهِ فَرَأَيْتُ الْمَاءَ يَفُوْرُ مِنْ بَيْنِ أَصَابِعِهِ حَتَّى تَوَضَّأَ نَحْوُ سَبْعِيْنَ رَجُلاً (رواه البخارى)
“ Dari Anas Ra : Sebagian sahabat Nabi Muhammad SAW telah mencari (air) untuk berwudhu, lalu mereka tak menemukannya. Kemudian Beliau berkata ; Apakah beserta salah seorang dari kalian ada yang memiliki air. Kemudian didatangkanlah air, lalu Beliau meletakan tangan pada wadah yang berisi air. Kemudian beliau berkata “Berwudhulah dengan menyebut nama Allah (membaca Bismillah). Aku melihat air itu mengucur dari sela-sela jari tangan Beliau hingga mencukupi kurang lebih 70 orang “ HR Bukhori no 169
Apabila lupa tidak membaca bismillah di awal, maka disunatkan membacanya dipertengahan wudhu, dengan membaca :
بِسْمِ اللهِ أَوَلَهُ وَأَخِرَهُ
Disunahkan pula setelah membaca bismillahirrohmanirrohim, membaca
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِى جَعَلَ الْمَاءَ طَهُوْرًا
“Segala puji bagi Allah yang telah menjadikan air dalam keadaan bersih”
Dan disunahkan pula menyertakan niat pada seluruh anggota wudhu dan sunah pula mengucapkan niat dengan sir (alon-alon), kemudian sunah
4. Membasuh kedua telapak tangan hingga pergelangan.
Hal ini sebgaimana hadist berikut:
عَنْ عِمْرَانَ مَوْلَى عُثْمَانَ بَنِ عَفَّانَ (( أَنَّهُ رَأَى عُثْمَانَ بْنِ عَفَّانَ دَعَا بِوُضُوْءفَأَفرَغَ عَلَى يَدَيْهِ مِنْ إِنَائِهِ، فَغَسَلَهُمَا ثَلاَثَ مَرَاتٍ، ثُمَّ أَدْخَلَ يَمِيْنَهُ فِى اْلوُضُوْءِ ثُمَّ َمَّضْمَضَ وَاسْتَنْسَقَ .. )رواه البخارى (164) ومسلم (226)
Dari “Imron budaknya Usman bin Affan sesungguhnya beliau melihat Usman bin Affan memnggilnya (untuk mengambil air wudhu), lalu beliau menuangkan air itu atas kedua tangannya dari bejana itu., lalu beliau membasuh kedua tangan tersebut 3 kali. Kemudian beliau measukan tangan kanannya dalam berwuhdu lalu berkumur dan menghirup air ke hidungnya) HR Bukhori no 164 dan Muslim no 226.
Kemudian sunah,
5. Berkumur dilanjutkan dengan beristinsaq (memasukan air ke hidung). Hal ini sebagimana disebutkan dalam hadist berikut;
عَنْ عِمْرَانَ بْنَ عَبَسَةَ رضي الله عنه قَالَ : فَقُلْتُ: يَا نَبِيَّ اللهِ ! فَاْلوُضُوْءُ ؟ حَدِّثْنِى عَنْهُ. قَالَ: مَامِنْكُمْ رَجُلٌ يَتَمَضْمَضُ وَيَسْتَنْشِقُ فَيَنْتَثِرُ إِلاَّ خَرَجَتْ خَطَايَا وَجْهِهِ وَفِيْهِ وَخَيَاشِيْمِهِ...... -رواه مسلم ن 832
Dari Imron bin Abasa r.a telah berkata : Lalu aku berkata “ Ya Nabiyallah bagaimana dengan wudhu ? coba ceritakan padaku tentang itu !. Beliau berkata : Tidaklah salah seorang laki-laki dari kalian berkumur dan beristinsak lalu mengeluarkannya kecuali keluar dosa-dosa wajah, mulut dan lubang hidungnya” HR Muslim no 832
Berkumur dan beristinsaq bisa berhasil hanya dengan sampainya air ke mulut dan hidung. Disunahkan mubalaghoh (sungguh-sungguh) dalam berkumur begitupun menghirup air ke hidung bila dalam keadaan tidak sedang berpuasa. Sedangkan bagi yang sedang puasa dimakruhkan, karena dikhawatirkan ada air yang masuk ke hidung atau ke mulut yang menyebabkan batalnya puasa , sebagaimana dalam sebuah hadist :
قَالَ رسولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم : أَسْبِغِ الْوُضُوْءَ وَخَلِّلْ بَيْنَ الاَصَابِعِ، وَبَالِغْ فِى اْلاِسْتِنْسَاقِ إِلاَّ اَنْ تَكُوْنَ صَائِمًا- رواه الترمذي وصححه
Telah bekata Rosulallah SAW : “Sempurnakanlah wudhu dan sela-selalah antar jari-jari, sunguh-sunguhlah dalam beristinsaq kecuali kau dalam keadaan puasa”. HR At-Turmuzi dan telah ditashih. Kemudian wajib
6. Niat
Arti niat menurut bahasa adalah bermaksud. Sedangkan menurut istilah bermaksud melakukan sesuatu seraya disertai melakukannya kecuali dalam puasa, zakat , dikarenakan sulit menyertakannya.
Hukum niat adalah wajib. Tempatnya niat adalah di hati, bukan di lisan.
Maksud niat adalah untuk membedakan ibadah dengan adat seperti mandi dengan membasuh keseluruhan badan yang kalau diperhatikan bisa untuk mandi biasa (adat), bisa juga untuk mandi jinabat. Namun tatkala disertai niat menghilangkan hadast besar, maka dengan sendirinya berbeda diantara keduanya. Atau membedakan martabat suatu ibadah dari yang lain. Seperti sholat dua roka’at di waktu subuh. Nampaknya bisa untuk sholat sunah qobliyyah bisa juga untuk sholat wajib. Namun karena niat, keduanya bisa dibedakan.
Syarat niat harus orang Islam dan tamyiz (orang yang sudah bisa makan, minum dan cebok sendiri), mengetahui hukum apa yang diniati baik hukum secara global maupun secara terperinci, mampu melakukannya, tidak melakukan hal-hal yang bertentangan dengan yang diniati seperti; murtad, memutuskan niat, ragu dalam melakukannya dan mengaitkannya dengan perbuatan yang lain.
Waktu melaksanakan niat pada waktu pertama kali melakukan permulaan suatu ibadah seperti tatkala mulai membasuh basah ketika berwudhu.
Cara niat berbeda-beda tergantung apa yang diniatinya. Berhubung kita akan berwudhu, maka niatnya adalah wudhu, diantaranya sebagai berikut:
نَوَيْتُ الوُضُوْءَ – نويتُ فرضَ الوضوءِ – نويتُ رفع الحَدَثِ الاَصغَرِ
“Saya niat berwudhu—Saya niat fardhu wudhu—Saya niat mengangkat hadast kecil”
Dasar hukum wajib niat adalah hadist sebagai berikut:
عَنْ عُمَرَ ابْنِ الخَطَابِ رَضِىَ اللهُ عَنْهُ: قَالَ (( سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلََّّمَ يَقُوْلُ :إِ نَّمَااْلاَعْمَالُ بِالنِّيَاتِ وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِءٍ مَا نَوَى)) متفق عليه
Dari Umar Bin Khotob RA. Berkata :” Aku mendengar Rosulallah SAW bersabda Amal ibadah itu hanya sah dengan niat dan tiap – tiap manusia itu diberi pahala menurut apa yang diniatkannya” HR. Bukhori Muslim , Kemudian wajib
7. Membasuh wajah,
Batasan wajah menurut fiqih adalah sebagai berikut : Panjangnya dari atas tempat tumbuhnya rambut sampai dagu, sedangkan lebarnya dari telinga kanan sampai dengan telinga kiri. Apa saja yang ada di sekitar wajah harus dibasuh seperti alis, hidung, mata, mulut, janggut yang tipis, cambang yang tipis (bisa kelihatan kulitnya jika sedang bercakap-cakap), jika keduanya tebal tidak wajib dibasuh kulit bagian dalamnya tapi sunah disela-sela bagian dalam saja dan wajib bagian luarnya (zhohir) dibasuh. Hal ini sebagaimana hadist berikut:
((أنه صلى الله عليه وسلم كَانَ إِِذَا تَوَضَّأَ أَخَذَ كُفًّا مِنْ مَاءٍ فَأَدْخَلَهُ تَحْتَ حَنْكِهِ فَخَلَّلَ بِهِ لِحْيَتَهُ، وَقَالَ : هَكَذَا أَمَرَنِي رَبِّي)) رواه أبو داود (1/ 136)
“Sesungguhnya Rosullallah SAW apabila berwudhu, beliau mengambil air seukuran telapak tangan, kemudian beliau memasukannya di bawah dagunya, lalu beliau menyela-nyela janggutnya dengan air tersebut seraya bersabda “ Beginilah Tuhanku memerintahkannya padaku” HR Abu Daud
Dasar hukum kewajiban membasuh wajah dalam wudhu adalah firman Allah SWT:
فَاغْسِلُوْا وُجُوْهَكُمْ (المائدة: 6 )
Maka basuhlah wajah kalian” (QS: Al-Ma’idah 6).
Kemudian wajib;
8. Membasuh kedua tangan hingga kedua siku
Apapun bentuknya tangan ketika wudhu harus dibasuh baik tangan asli maupun tambahan beserta kedua siku-sikunya Jika kedua atau salah satu siku tiada maka wajib membasuh pangkal pokok lengan dan sunah membasuh sisanya. Dalam membasuh tangan diwajibkan pula membasuh apa saja yang berada di sekitar tangan seperti kulit, kuku berikut kotoran yang berada di dalamnya serta jari tambahan (jari keenam), pori-pori dsb.
Dasar hukum wajib membasuh kedua tangan serta kedua siku-sikunya adalah firman Allah SWT :
وَأَيْدِيْكُمْ إِلَى الْمَرَافِقِ (الما ئدة:6)
“(Basuhlah).. dan akan kedua tangan kalian hingga beserta siku-siku”, (QS : Al-Maidah: 6) Kemudian wajib;
9. Mengusap kepala
Arti mengusap adalah sampainya basah air ke kepala baik dengan diusap/disapu atau dibasuh walaupun sedikit, baik oleh diri sendiri maupun oleh orang lain. Dalam mengusap kepala ini cukup mengusap sebagian kepala baik kulit kepala ataupun rambutnya asalkan masih dalam batas kepala walaupun hanya sehelai rambut.
Dalam membasuh kepala disunahkan mengusap seluruh kepala. Hal ini berdasarkan hadist berikut :
عن عبد الله بن زيد بن عاصم رضي الله عنه فِىْ صِفَةِ الْوُضُوْءِ: قَالَ: وَمَسَحَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِرَأْسِهِ فَأَقْبَلَ بِيَدَيْهِ وَأَدْبَرَ، بِدَأَ بِمَقْدِمِ رَأْسِهِ حَتَّى ذَهَبَ بِهِمَا إِلَى قَفَاهُ ثُمَّ رَدَّهُمَا إِلَى الْمَكَانِ الَّذِى بَدَأَ مِنْهُ. رواه البخارى مسلم
Dari SAbdillah bin Zaid RA ; mengenai sifat-sifat wudhu, “ Rasulallah SAW : menyapu kepalanya lalu mengarahkan kedua tangannya ke muka lalu menggerakan kedua tangannya ke belakang, lalu menyapu kepala bagian muka, menyapunya kedua tangannya sampai bagian kuduknya dan mengembalikan tangannya ke tempat ia mulai “, HR Bukhori Muslim.
Dasar hukum diwajibkannya mengusap kepala adalah firman Allah dan hadist Nabi Muhammad SAW :
وَامْسَحُوْا بِرُؤُسِكُمْ (المائدة : 6 )
“ Dan usaplah kepala kalian (QS : Al-Maidah : 6)
عَنْ يَحْيَى بْنِ سَعِيْدٍ قَالَ : إِنَّ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم تَوَضَّأَ فَمَسَحَ بِنَاصِيَّتِهِ وَ عَلَى عِمَامَتِهِ (رواه مسلم 274)
Dari Yahya bin Saiid RA : berkata bahwa sesungguhnya Nabi Muhammad SAW ; berwudhu lalu mengusap ubun-ubunnya dan sorbannya ( HR : Muslim no 274), Kemudian wajib:
10. Membasuh kedua kaki beserta kedua matakaki
Dalam membasuh kaki harus terbasuh seluruh apa yang ada di sekitar kaki dari telapak kaki hingga melebihi sedikit mata kaki. Oleh karena itu kulit yang pecah-pecah di telapak kaki (rorombeheun; sunda) harus dibasuh.
Dasar hukumnya firman Allah dalam QS : Al-Maidah :6
وَاَرْجُلَكُمْ إِلَى الْكَعْبَيْنِ (المائدة :6 )
“ Dan (basuhlah) kaki kalian hingga beserta dua mata kaki (QS : Al-Maidah : 6),
Dalam melaksanakan sifat-sifat wudhu di atas disunahkan melakukannya tiga kali. Hal ini sebagaimana hadist berikut
عن عبد الله بن زيد (( أَنَّ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم تَوَضَّأَ مَرَّةً مَرَّةً، وَتَوَضَّأَ مَرَّتَيْنِ مَرَّتَيْنِ )) رواه البخارى
Dari Abdullah bin Jaid” Sesunguhnya Nabi Muhammad SAW telah berwudhu sekali-sekali dan Beliau berwudhu dua kali, dua kali “. HR Bukhori
Dalam hal membasuh ini dimakruhkan melebihi ataupun mengurangi dari tiga kali, kecuali ketika keadaan sedikitnya air atau waktu yang sempit, maka wajib membasuh atau mengusap satu kali saja, karena ada sabda Nabi Muhammad SAW :
(( أَنَّهُ صلى الله عليه وسلم تَوَضَّأَ ثَلاَثا ثَلاَثًا ثُمَّ قَالَ هَكَذَا اْلوُضُوْءُ فَمَنْ زَادَ عَلَى هَذَا أَوْ نَقَصَ فَقَدْ أَسَاءَ وَظَلَمَ )) رواه أبو داود والنساء وقال الشيخ الالبانى : صحيح
Sesungguhnya Nabi Muhammad SAW berwudhu tiga kali-tiga kali kemudian Beliau bersabda “’. Beginilah wudhu (yang benar. Maka barang siapa yang menambah atas ini atau menguranginya , maka sungguh dia telah berbuat kejelakan dan menganiayai. HR Abu Daud dan Nasa’i
Begitupun dalam wudhu kita disunahkan mendahulukan membasuh tangan dan kaki sebelah kanan lalu sebelah kiri. Hal ini sebagaimana hadist berikut
kemudian wajib;
11 Tertib
Tertib artinya menempatkan urutan pada tempatnya. Perintah tertib ini sebagaimana telah tercantum dalam QS Al-Maidah :6 dan dijelaskan dengan perbuatan Nabi Muhammad SAW serta sabdanya :
إِبْدَؤُوْا بِمَا بَدَأَ اللهُ بِهِ (رواه مسلم في كتاب الحج، باب حجة النبي و حديث رواه الترميذى في كتاب الحج، باب ما جاء أنه يبدا بالصفا قبل المروة وحديث رواه النساء كتاب الحج)
“Mulailah dengan yang telah Allah mulai dengannya “(HR Muslim no 1218,Turmuzi no 872)
Dalam ayat tersebut Allah memerintahkan berwudhu dengan urutan membasuh kepala, lalu tangan, lalu mengusap kepala kemudian membasuh kaki hingga matakaki. Oleh karena itu, jika mendahulukan yang bukan semestinya seperti membasuh tangan sebelum wajah, maka tidak sah. Hal ini dipertegas dengan sabda Nabi Muhammad SAW tadi. Dengan demikian kita akui bahwa rukun wudhu adalah enam.
4.       HAL-HAL YANG DISUNATKAN DALAM BERWUDHU
Hal-hal yang disunatkan dalam berwudhu sangat banyak sekali. Diantaranya adalah:
1. Bersiwak
Bersiwak artinya menggosok atau alat siwak. Sedangkan menurut istilah adalah menggunakan kayu arok atau yang lainnya pada gigi dan sekitarnya, Perintah siwak ini terdapat dalam hadist-hadist Nabi Muhammad SAW , diantaranya ;
عن أبي هريرة رضي الله عنه عَنْ رَسُوْلِ اللهِ صلى الله عليه وسلم : أَنَّهُ قَالَ: لَوْلاَ اَنْ أَشُقَّ عَلَى اُمَّتِيْ لأَمَرْتُهُمْ بِالسِّوَاكِ مَعَ كُلِّ وُضُوْءٍ (رواه مالك وأحمد بسند صحيح)
Dari Abi Hurairoh RA : Dari Rosulallah SAW : Sesungguhnya bersabda :Kalau tidak aku memberatkan atas umatku, maka akan aku perintahkan mereka untuk bersiwak pada setiap kali wudhu (HR : Malik dan Ahmad)
Dari hadist di atas para ulama memahaminya, bahwa siwak ini disunatkan setiap kali wudhu, kecuali orang yang sedang puasa, ia tidak disunatkan bersiwak ketika sudah tergelincir matahari (waktu dzuhur) (Asnal matholib I/ 102)
2. Membasuh dan mengusap sebanyak 3 kali.
Kesunahan ini tidak hanya tatkla membasuh dan mengusap yang wajib saja tapi juga yang sunah-sunah. Hal ini sebagaimana diriwayatkan dalam hadist :
عن عبد الله بن زيد (( أَنَّ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم تَوَضَّأَ مَرَّةً مَرَّةً، وَتَوَضَّأَ مَرَّتَيْنِ مَرَّتَيْنِ )) رواه البخارى
Dari Abdullah bin Jaid” Sesunguhnya Nabi Muhammad SAW telah berwudhu sekali-sekali dan Beliau berwudhu dua kali, dua kali “. HR Bukhori
Dalam hal membasuh ini dimakruhkan melebihi ataupun mengurangi dari tiga kali, kecuali ketika keadaan sedikitnya air atau waktu yang sempit, maka wajib membasuh atau mengusap satu kali saja, karena ada sabda Nabi Muhammad SAW :
(( أَنَّهُ صلى الله عليه وسلم تَوَضَّأَ ثَلاَثا ثَلاَثًا ثُمَّ قَالَ هَكَذَا اْلوُضُوْءُ فَمَنْ زَادَ عَلَى هَذَا أَوْ نَقَصَ فَقَدْ أَسَاءَ وَظَلَمَ )) رواه أبو داود والنساء وقال الشيخ الالبانى : صحيح
Sesungguhnya Nabi Muhammad SAW berwudhu tiga kali-tiga kali kemudian Beliau bersabda “’. Beginilah wudhu (yang benar. Maka barang siapa yang menambah atas ini atau menguranginya , maka sungguh dia telah berbuat kejelakan dan menganiayai. HR Abu Daud dan Nasa’i
3. Menyela-nyela janggut
Setiap laki-laki yang berjanggut tebal disunahkan menyela-nyela jangutnya dari arah bawah. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadist;
((أنه صلى الله عليه وسلم كَانَ إِِذَا تَوَضَّأَ أَخَذَ كُفًّا مِنْ مَاءٍ فَأَدْخَلَهُ تَحْتَ حَنْكِهِ فَخَلَّلَ بِهِ لِحْيَتَهُ، وَقَالَ : هَكَذَا أَمَرَنِي رَبِّي)) رواه أبو داود (1/ 136)
“Sesungguhnya Rosullallah SAW apabila berwudhu, beliau mengambil air seukuran telapak tangan, kemudian beliau memasukannya di bawah dagunya, lalu beliau menyela-nyela janggutnya dengan air tersebut seraya bersabda “ Beginilah Tuhanku memerintahkannya padaku” HR Abu Daud
4. Mendahulukan anggota badan sebelah kanan atas sebelah kiri
Hal ini sebagaimana telah disabdakan oleh Baginda Rosulallah SAW :
عن أبي هريرة رضي الله عنه قَالَ: قال رسولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وسلَّم :(( إِذَا تَوَضَّأْتُمْ فَابْدَؤُوْا بِأَيْمَانِكُمْ )) رواه أبو داود والترمذي
Dari Abi Hurairoh RA : Telah berkata : Bahwasanya Rosulallah SAW telah bersabda “ Apabila kalian berwudhu, maka dahulukanlah ( anggota wudhu ) sebelah kanan “. HR Abu Daud dan Turmuzi
12. Melebihi basuhan anggota wudhu
Yang dimaksud dengan melebihi basuhan di sini adalah membasuh wajah dan kaki melebihi dari batas yang wajib di wajah (tatwilul gurroh) dan kedua tangan dan kaki (tatwilut tahjil)
Dalam sebuah hadist disebutkan :
عن أبي هريرة رضي الله عنه قال : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلَّى اللهُ عليهِ وسلَّم :(( اَنْتُمْ غُرٌ مُحَجِّلُوْنَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مِنْ إِسْبَاغِ الْوُضُوْءِ فَمَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمْ فَلْيُطِلْ غُرَّتَهُ وَتَحْجِيْلِهِ )) رواه البخارى ومسلم
Dari Abi Hurairota berkata: Bahwasanya Rosulallah SAW telah bersabda : wajahmu akan bercahaya nanti pada hari kiamat oleh kesempurnaan wudhu, maka barang siapa yang mampu melaksanakanny, hendaklah menambah gurroh dan tahjilnya “. HR Bukhori Muslim
9. Meratai usapan pada kepala
Hal ini sebagaimana tersebut dalam sebuah hadist;
عن عبد الله بن زيد بن عاصم رضي الله عنه فِىْ صِفَةِ الْوُضُوْءِ: قَالَ: وَمَسَحَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِرَأْسِهِ فَأَقْبَلَ بِيَدَيْهِ وَأَدْبَرَ، بِدَأَ بِمَقْدِمِ رَأْسِهِ حَتَّى ذَهَبَ بِهِمَا إِلَى قَفَاهُ ثُمَّ رَدَّهُمَا إِلَى الْمَكَانِ الَّذِى بَدَأَ مِنْهُ. رواه البخارى مسلم
Dari SAbdillah bin Zaid RA ; mengenai sifat-sifat wudhu, “ Rasulallah SAW : menyapu kepalanya lalu mengarahkan kedua tangannya ke muka lalu menggerakan kedua tangannya ke belakang, lalu menyapu kepala bagian muka, menyapunya kedua tangannya sampai bagian kuduknya dan mengembalikan tangannya ke tempat ia mulai “, HR Bukhori Muslim.
10. Menyapu kedua telinga
Hal ini sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadist :
عن أبن عباس رضي الله عنه :((أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عليه وسلم مَسَحَ بِرَأْسِهِ وَأُذُنَيْهِ ظَاهِرَهُمَا وَبَاطِنَهُمَا وَأَدْخَلَ أَصْبُعَيْهِ فِى صِمَاخَي أُذُنَيْهِ)) رواه أبو داود باسناد حسن او صحيح
Dari Ibnu Abbas RA “ sesungguhnya Rosulallah SAW : menyapu kepala dan kedua telinganya bagian luar dan dalam dan memasukan kedua jarinya ke dalam dua lubang telinga”. HR Abu Daud
Dalam menyapu telinga ini dilakukan setelah menyapu kepala dan menggunakan air yang baru artinya bukan air sisa menyapu kepala.
11. Menyela-nyela jari-jari tangan dan kaki
Hal ini sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadist :
عن عثمان بن عفان رضي الله عنه : أَنَّهُ تَوَضَّأَ فَخَلَّلَ بَيْنَ أَصَابِعَ قَدَمَيْهِ وَقَالَ: رَأَيْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عليهِ وسلَّم فَعَلَ كَمَا فَعَلْتُ )) رواه الدار قطنى
Dari Usman bin Affan RA ; Sesungguhnya dia berwudhu lalu meyela-nyela antara jari-jari kakinya. Kemudian dia berkata”, Aku melihat Rosulallah SAW melakukan sebagaimana aku melakukannya”, HR Daru qutni
12. Melakukan sendiri dalam mencucurkan air wudhu
Hal ini disunahkan untuk menghindari sifat sombong yang tidak layak bagi seorang yang mengabdi kepada Allah. Dan tidak makruh kalaupun mohon bantuan pada orang lain, karena sahabat Rosulallah SAW yang bernama Usamah pada haji wada’ dan Mughiroh RA pada perang Tabuk membantu baginda Rosulallah SAW dalam menuangkan air wudhu untuk Beliau.
13. Tidak mengeringkan air wudhu di badan
Hal ini disunahkan jika kita wudhu untuk tidak mengeringkan badan dengan handuk atau dengan yang lainnya, kecuali dalam cuaca yang sangat dingin sekali, sebagaimana disebutkan dalam hadist ;
عن ميمونة قالت: أَتَيْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَليهِ وسلَّم : بَعْدَ اِغْتِسَالِهِ بِمَنْدِيْلٍ فَرَدَّهُ، وَجَعَلَ يَنْفَضُ الْمَاءَ بِيَدَيْهِ )) رواه البخارى ومسلم
Dari Maemun telah berkata ,” Aku datang dengan membawa saputangan pada Rosulallah SAW setelah beliau mandi supaya beliau menyapu badannya, lalu beliau menolaknya.dan beliau mengibaskan air dengan tangannya,” HR Bukhori Muslim
14. Menggosok-gosok sudut ujung mata.
Dalam sebuah hadist diriwayatkan :
عَنْ أَبِي أَمَامَةَ رضيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وسلَّم يَتَعَاهَدُ المَأْقَيْنِ – رواه أحمد و أبن ماجه
“ Dari Abi Amamah RA berkata : Rosulallah SAW menggosok atau membersihkan kedua sudut matanya ,” HR Ahmad dan Ibnu Majah
15. Menggosok-gosok anggota wudhu
Dalam sebuah hadist disebutkan :
عن عبد الله بن زيد رضي الله عنه : أَنَّ النَبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وسلم تَوَضَّأَ فَجَعَلَ يَقُوْلُ هَكَذَا يَدْلُكُ – رواه أحمد
“Dari Abdullah bin Jaid , Bahwasanya Nabi Muhammad SAW berwudhu, lalu beliau berkata “ beginilah” lalu beliau menggosok-gosok anggota tubuhnya”. HR Ahmad
16. Mengerak-gerakan cincin
Mengerak-gerakan cincin ini hukumnya sunat bila air tersebut sedah sampai kedalam cincin. Namun jika air tidak sampai dikarenakan cincin yang sempit, maka hukum mengerak-gerakn cincin tersebut wajib. Sunahnya menggerakan cincin ini tersebut dalam sebuah hadist
عن أبي رافع رضي الله عنه كان رسول الله صلى الله عليه وسلم إِذَا تَوَضَّأَ حَرَّكَ خَاتَمَهُ. رواه ابن ماجه والدارقطنى
“Dari Abi Rofi’ RA .Apabila Rosulallah SAW berwudhu, maka beliau mengerak-gerakan cincinnya”. HR Ibnu Majah dan Daruqutni
17. Berdo’a setelah selesai wudhu
Hal ini sebagaimana termaktub dalam sebuah hadist yang diriwayatkan oleh Imam Muslim. Setelah do’a tersebut disunahkan membaca Surat Al-Qodr sampai dengan selesai :
عَنْ اْبنِ عُمَرَ رَضِيَ الله عَنْهُمَا أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ عليه وسلم قَالَ : مَا مِنْكُمْ مِنْ اَحَدٍ يَتَوَضَّأُ فَيَبْلُغُ ثُمَّ قَالَ : أَشْهَدُ اَنْ لاَّ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَأَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ فُتِحَتْ لَهُ اَبْوَابُ الْجَنَّةِ الثَّمَانِيَّةُ يَدْخُلُ مِنْ اَيِّهَا شَاءَ- رواه مسلم
“Dari Umar RA : dari Nabi Muhammad SAW telah bersabda,” Tidak satupun dari kalian berwudhu lalu menyempurnakan wudhunya, kemudian berkata,” Aku bersaksi tidak ada tuhan yang berhak disembah kecuali Allah. Dan akau bersaksi bahwa Nabi Muhammad SAW adalah utusan hambaNya dan utusanNya”, maka akan dibukakan baginya delapan pintu surga dan dia bisa masuk darimana saja dia hendaki. HR Muslim
18. Sholat syukurul wudhu
Apabila kita selesai melaksanakan wudhu disunahkan bagi kita sholat syukrul wudhu dua roka’at yang bisa dilakukan kapan saja. Hal ini sebagaimana disebutkan dlam sebuah hadist:
عن عثمان بن عفان رضي الله عنه قال: رَأَيْتُ النَبِيَّ صلى الله عليه وسلم تَوَضَّأَ ثُمَّ قَالَ مَنْ تَوَضَّأَ نَحْوَ وُضُوْئِى هَذَا ثُمَّ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ لاَ يَحْدَثُ فِيْهِمَا نَفْسَهُ غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ. روامسلم
Dari Usman bin Affan RA telah berkata : ,” Aku melihat Nabi Muhammadd SAW berwudhu, kemudian Beliau bersabda ,” Barang siapa berwudhu seperti wudhuku ini lalu sholat dua rakaat serta tidak meneyebutkan dirinya, maka akan diampuni dosa yang telah lewat: HR Muslim
[Hal-hal yang disunahkan ini dinukil dai Asnal matholib I/100 s/d 134]
5.       HAL-HAL YANG MEMBATALKAN WUDHU
Dalam ilmu fiqh hal yang mewajibkan wudhu dan mandi disebut hadast. Hadast ini terbagi dua ; ada hadast kecil (mewajibkan wudhu) dan hadst besar(mewajibkan mandi). Namun apabila ada kata hadast disebutkan, seringnya disesuaikan kepada hal-hal yang membatalkan wudhu. Hal-hal yang membatalkan wudhu ada empat:

1. Keluarnya sesuatu dari qubul atau dubur
Sesuatu yang keluar dari qubul/kemaluan itu bisa air kencing, madzi, wadi, mani, darah, nanah bahkan maungkin batu. Semuanya itu membatalkan wudhu kecuali air mani yang keluar dari orang yang tidur dalam keadaan duduk lalu dia mimpi bersetubuh.
Sesuatu yang keluar dari dubur itu bisa ghoit/ tai kotoran, angina/kentut, darah, nanah bahkan yang suci sekalipun seperti cacing. Semua itu membatalkan wudhu. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam firman Allah :
أَوْ جَاءَ اَحَدٌ مِنْكُمْ مِنَ الْغَائِطِ ( النساء : 43)
“ Atau salah seorang dari kalian mendatangi ghoit (QS : An-Nisa 43)
dan ada hadist
عن أبي هريرة رضي الله عنه قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : إِذَا وَجَدَ اَحَدُكُمْ فِى بَطْنِهِ شَيْأً فَأَشْكَلَ عَلَيْهِ أَخَرَجَ مِنْهُ شَيْءٌ أَمْ لاَ فَلاَ يَخْرُجَنَّ مِنَ الْمَسْجِدِ، حَتَّى يَسْمَعَ صَوْتًا أَوْ يَجِدَ رِيْحًا (رواه مسلم )
“ Dari Abi Hurairoh RA berkata : telah bersabda Rosulallah SAW Apabila salah seorang dari kalian mengetahui dalam perutnya akan sesuatu lalu memberatkan atasnya apakah ia keluar atau tidak Maka tidaklah dia keluar dari mesjid hingga mendengar suara atau mengetahui adanya angina (kentut). HR Muslim
عَنْ عَلِيٍّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ:أَنَّ النَبِيَّ صَلَى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ فِى الْمَذِى يَغْسِلُ ذَكَرَهُ وَيَتَوَضَّأُ - رواه مالك فى باب الطهارة
“Dari Ali RA sesungguhnya Nabi Muhammad SAW berkata dalam hal madzi, Beliau membasuh kemaluannya dan berwudhu”. HR Imam Malik
Dengan demikian jelaslah dengan dalil di atas bahwa apa saja yang keluar kecuali air mani ( sperma ) dari salah satu lubang adalah membatalkan wudhu. Ghoit dengan nas al-Quran, hadist, Ijma’. Air kencing dengan hadist, Ijma dan qiyas. Angin /kentut dengan hadist soheh di atas. Madi, mazdi dan cacing dengan hadist soheh pula. [ Al majmu II/701]
Adapun dasar hukumnya bahwa air mani tidak membatalkan wudhu karena salah satunya berdasarkan qoidah fiqh :
مَا أَوْجَبَ أَعْظَمَ اْلاَمْرَيْنِ بِعُمُوْمِهِ لاَيُوْجِبُ أَدْوَنَـهُمَا بِخُصُوْصِهِ
“Sesuatu ( air mani ) yang mewajibkan yang paling besar dari dua perkara ( mandi jinabat dan wudhu ) dengan umumnya tidak akan mewajibkan yang paling kecil dari keduanaya ( wudhu ) secara khusus “
1. Tidur
Tidur adalah salah satu yang membatalkan wudhu jika tidur dalam posisi pantat tidak tetap di tempat duduknya.
Sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW:
عن علي رضي الله عنه : أَنَّ النَبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : اَلْعَيْنَانِ وِكَاءُ السَّهِ، فَمَنْ نَامَ فَلْيَتَوَضَّأْ )) رواه أبو داود وابن ماجه وغيرهما بأساند حسنة
“Dari Ali r.a berkata “, Sesungguhnya Nabi Muhammad SAW telah bersabda,” Dua mata itu adalah tali lupa, maka barang siapa yang tidur, maka hendaklah berwudhu,” HR Abu Daud Ibnu Majah dan lainnya dengan sanad yang hasan
Bagaimana kalau ngantuk ? Ngantuk berbeda dengan tidur. Oleh karena itu menurut Imam Syafei’ berpendapat bahwa mengantuk tidak akan membatalkan wudhu. Hal ini didasarkan pada sebuah hadist yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas ra.:
عن ابن عباس رضي الله عنه قال: قَامَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّى فِى اللَّيْلِ، فَقُمْتُ إِلَى جَنْبِهِ اْلاَيْسَرِ فَجَعَلَنِى فِى شَقِّهِ اْلأَيْمَن، فَجَعَلْتُ إِذَا أَغْفَيْتُ يَأْخُذُ بِشَحْمَةِ أُذُنِى، فَصَلَّى اِحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَةً- روه مسلم
“Dari Ibnu Abbas RA telah berkata : Rosulallah SAW telah melaksanakan sholat malam, lalu akupun sholat malam di samping kirinya, kemudian beliau menjadikanku di sebelah kanannya jika aku ngantuk, beliau memegang daun telingaku, kemudian beliau sholat sebelas roka’at,” HR Muslim
Adapun ciri-ciri ngantuk yang dapat dibedakan dengan tidur adalah masih dapat mendengar orang bercakap-cakap walaupun tidak memahami maknanya. Sedangkan ciri-ciri tidur adalah mimpi.
Bagaimana tidurnya orang yang dalam posisi duduk serta pantat tetap di tempat duduk ? . Orang yang tidur dalam posisi duduk seperti itu tidak batal wudhunya. Hal ini didasarkan pada sebuah hadist :
عَنْ اَنَسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ :كَانَ أَصْحَابُ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَنْتَظِرُوْنَ الْعِشَاءَ فَيَنَامُوْنَ قُعُوْدًا ثُمَّ يُصَلُّوْنَ وَلاَيَتَوَضَّئُوْنَ- رواه مسلم
“Dari Anas RA telah berkata : Adalah sahabat-sahabt Rosulallah SAW menunggu sholat ‘Isya lalu mereka tertidur dalam keadaan duduk, kemudian sholat dan mereka tidakk wudhu lagi. HR Muslim
3. Hilang akal dengan sebab gila, mabuk, pingsan dan sakit
Apabila seseorang punya wudhu atau dalam keadaan suci kemudian gila baik disengaja maupun tidak atau pingsan, mabuk dengan minum sesuatu atau tidak dan sakit. Intinya sesuatu yang yang menghilangkan akal semua itu akan membatalkan wudhu. Hal ini didasarkan atas hadist :
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا: أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : أُغْمِيََ عَلَيْهِ ثُمَّ أَفَاقَ فَاغْتَسَلَ لِيُصَلِّيَ، ثُمَّ أُغْمِيَ عَلَيْهِ ثُمَّ أَفَاقَ فَاغْتَسَلَ - رواه البخارى
“Dari A’isah RA; Sesungguhnya Nabi Muhammad SAW pernah pingsan lalu sadar kemudian mandi untuk sholat. Kemudian Beliau pingsan lagi kemudian pingsan lalu mandi lagi”, HR Bukhori
13. Bersentuhan kulit laki-laki dan perempuan
Bersentuhan kulit antara laki-laki dan perempuan baik yang hidup atau sudah mati salah seorangnya, tanpa penghalang, bukan wanita mahram (wanita yang diharamkan untuk dinikahi baik dengan sebab pertalian peraudaraan/ nasab atau sepersusuan atau perbesananan), menimbulkan syahwat (kira-kira berumur enam tahun ke atas ) ataupun biasanya tidak menimbulkan syahwat seperti nenek-nenek, disengaja ataupun tidak, yang menenyentuh atau yang disentuh akan membatalkan wudhu.
Dari unsur-unsur di atas, maka tidak akan membatalkan wudhu jika bersentuhan bukan kulit seperti rambut, gigi, ada penghalang seperti kain, baju, saputangan dll, dengan wanita mahramnya seperti dengan adik-kakak, ibu, bibi, mertua, menantu, dengan anak-anak balita.
Adapun dasar hukum bersentuhan kulit antara laki-laki dan perempuan membatalkan wudhu adalah fitman Allah :
أَوْلاَمَسْتُمُ النِّسَاءَ ( النساء : 43)
“….. Atau kalian menyentuh wanita “ ( Qs : An-Nisa’ 43)
Dikalangan ulama fiqh (terutama pengikut Imam Hanafi dan Imam Maliki) memahami ayat tersebut dengan “ … atau kalian mensetubuhi wanita..”Jadi dengan arti pertama bahwa bersentuhan kulit antara laki-laki dan wanita membatalkan wudhu. Sedangkan menurut kalangan ulama pengikut Imam Hanafi dan Imam Maliki tidak membatalkan wudhu.
Perbedaan ini muncul dari memahami kata “ لامستم “. Kata ini arti hakekatnya adalah “ kalian menyentuh “ .Sedangkan arti majazi ( kiasan )nya adalah “ kalian menyetubuhi”. Imam Syafei yang berpendapat bersentuhan kulit tidak membatalkan wudhu mengambil makna hakekatnya. Karena menurut kaidah usul fiqh
اذا احتمل اللفظ حقيقة و مجازا حمل على الحقيقة الا لقرينة تنصرف عنها
“ Jika suatu lafadz layak/pantas mengandung arti hakekat dan majaz (kiasan), maka harus diambil makna hakekatnya, kecuali ada qorinah yang memalingkan dari makna hakekat, maka di artikan makna majaz.
Disamping argument di atas, jika kita perhatikan dengan seksama kalimat أو لامستم النساء di ‘atafkan / diikutkan pada kalimat sebelumnya yaitu hukum buang air kecil yang identik dengan maslah wudhu. Dengan demikian kalimat diatas berarti bersentuhan kulit bukan bersetubuh.
Bagaimana dengan hadist yang diriwayatkan dari Siti Aisyah RA tentang Rosulallah yang mengecup istri-istrinya kemudian sholat dan menyentuh kulit beliau ketika beliau sedang sholat ?. Menurut Ulama Syafiiyah hadist tersebut adalah dhoif dan mursal dan perlu pentakwilan “ bahwa rosul mengecup istri-istrinya dan bersentuhan kulit dengan Siti Aisyah kemungkinan besar menggunakan penghalang “[Fiqhul Islam wa adillatuhu I/ 277)
Perlu kita ketahui bahwa dengan adanya hukum batal ini ada hikmah yang besar “ tidak adanya maksiat yang ditimbulkan oleh bersentuhan dan memegang dengan tangan” jika orang punya wudhu dengan mengikuti Imam Syafei. Cobalah berdawam wudhu ( selalu dalam keadaan suci dari hadast).
Kesimpulannya bahwa bersentuhan kulit laki-laki dan perempuan akan membatalkan wudhu.
14. Menyentuh kemaluan atau anus manusia
Apabila kita punya wudhu kemudian menyentuh kemaluan atau anusnya atau kemaluan atau anus orang lain, orang hidup ataupun mati, dewasa ataupun anak-anak, masing menempel ataupun sudah terputus baik disengaja atupun tidak, maka wudhunya batal, jika menyentuhnya dengan telapak tangan bagian dalam atau jari-jari dan tanpa ada penghalang. Ini berarti jika menyentuhnya dengan bagian luar atau sisi telapak dan ada penghalang, maka tidak membatalkan wudhu.
Yang disebut kemaluan laki-laki adalah seluruh batang kemaluan dan kemaluan wanita adalah kedua bibir yang saling menempel. Sedangkan yang dimaksud dengan anus adalah bulat hitam anus. Adapun dasar hukumnya adalah hadist :
عن بَسْرَةَ بِنْتِ صَفْوَانَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ النَِّبيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ :إِذَا مَسَّ أَحَدُكُمْ ذَكَرَهُ فَلْيَتَوَضَّأْ )) رواه مالك وأبو داود والترمذى وأبن ماجه
“Dari Basrah binti shofwan RA Sesunghunya Nabi Muhammad SAW telah bersabda : Apabila salah seorang menyentuh kemaluannya, maka hendaklah berwudhu ,” HR Imam Malik, Abu Daud, dan Ibnu Majah
6.      HAL-HAL YANG DIHARAMKAN BAGI ORANG YANG BATAL WUDHU
Apabila seseorang batal wudhu berarti dia sedang punya hadast kecil. Dengan demikian haram baginya apa-apa yang diharam di bawah ini. Hal-hal yang diharamkan bagi orang yang batal wudhu ada empat perkara :
1. SHOLAT
Diharamkan bagi orang yang batal wudhunya melaksanakan sholat baik sholat fardu ‘ain maupun kifayah seperti mensholatkan mayit dan sholat sunah. Dan termasuk kedalam makna sholat yang berarti haram dilakukan oleh orang yang batal wudhunya adalah sujud syukur ataupun sujud tilawah dan khutbah jum’at. Hal ini berdasarkan firman Allah :
إِذَا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلاَةِ فَاغْسِلُوْا وُجُوْهَكُمْ ....... الاية ( المائدة : 6)
“Apabila kalian ( berhadast) akan mendirikan sholat, maka basuhlah wajah ………. “ [ QS Al-Maidah :6 ]
Dan hadist :
عَنْ أَبي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ :لاَ يَقْبِلُ اللهُ صَلاَةَ اَحَدِكُمْ إِذَا أَحْدَثَ حَتَّى يَتَوَضَّأُ )) متفق عليه
“ Dari Abi Hurairoh RA telah berkata : Telah bersabda Rosulallah SAW Allah tidak akan menerima sholat salah seorang kalian jika berhadast hingga dia berwudhu “, HR Bukhori Muslim
2. THOWAF
Thowaf diharamkan bagi orang yang tidak punya wudhu. Hal ini berdasarkan hadist.
عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: اَلطَّوَافُ بِمَنْـِزَلَةِ الصَّلاَةِ إِلاَّ أَنَّ اللهَ قَدْ أَحَلَّ فِيْهِ النُّطْقَ فَلاَ يَنْطِقُ إِلاَّ بِخَيْرٍ- رواه الحاكم
“ Dari Ibnu Abbas Ra telah bersabda Nabi Muhammad SAW : Thowaf sekedudukan dengan sholat kecuali sesungguhnya Allah sungguh telah menghalalkan di dalamnya berkata-kata, oleh karena itu tidaklah berkata-kata kecuali dengan kata-kata yang bagus. HR Imam Hakim
3. MENYENTUH MUSHAF (AL-QURAN)
Menyentuh mushaf diharamkan bagi orang yang batal wudhunya. Hal ini bedasarkan atas firman Allah dan hadist Nabi Muhammad SAW :
لاَ يَمَسُّهُ إِلاَّ الْمُطَهَّرُوْنَ ( الواقعة : 79)
“ Tidak boleh menyentuh Al-Quran kecuali orang-orang yang suci (QS : Al-Waqiah : 79)
Larangan menyentuh mushaf inipun dinyatakan oleh Nabi Muhammad SAW dalam suratnya yang disampaikan oleh Amr bin Hajam untuk Raja Surahbiil :
مِنْ مُحَمَّدٍ النَبِيِّ إِلَى شَرَحْبِيْلِ بْنِ عَبْدِ اللهِ كَلال وَالحارِثِ بْنِ عَبْدِ كُلالٍ وَنُعَيْمِ اْبنِ كُلالِ قَبِلِ ذِىْ رَعَيْنِ وَمَعَافِرَ وَهَمْدَانَ : أَمَّا بَعْدُ- وَكَانَ فِى كِتَابِهِ أَلاََّ يَمُسُّهُ الْقُرْاَنَ إِلاَّ طَاهِرٌ- رواه مالك وغيره
“ Dari Nabi Muhammad kepada Syurohbiil bin Abdi Kalal, Harist bin Kulal, Nu’aim bin Abdu Kulal Qobl dzi Ruhain, Ma’afier dan Hamdan: Amma ba’du “ Tidak boleh menyentuh Al-Quran kecuali orang yang suci “ HR Malik dan lainnya
Begitupun telah diriwayatkan “ Sesungguhnya Umar bin Khotob masuk ke rumah saudarinya dan suaminya yang bernama Sa’iid bin Amr bin Nufail yang keduanya sedang membaca Al-quran seraca berkata,” Apa yang ada di tanganmu ? Coba kemarikan lembaran itu ! Kemudian saudarinya berkata kepadanya “
أَنَّهُ لاَ يَمَسُّهُ إِلاَّ الْمُطَهَّرُوْنَ
“ Sesungguhnya tidak boleh menyentuhnya kecuali orang yang suci “ Kemudian Umar bin Khotob berdiri, lalu mandi dan masuk Islam. [ Ahkamul quran libni ‘Arobi juz IV/ 176-177]
Berdasarkan fiman Allah dan dua hadist tadi jelaslah kini bahwa menyentuh apalagi membawa Mushaf / Al-Quran adalah haram bagi orang yang tidak punya wudhu.
4. Membawa Mushaf
Sebagaimana telah dijelaskan di atas bahwa menyentuh apalagi memegang mushaf adalah haram bagi orang yang punya hadast. Memegang dan membawa inipun meliputi :
kertas mushaf;
sisi-sisinya; jika tidak dalam keadaan terpaksa. Berbeda jika dalam keadaan terpaksa seperti dihawatirkan mushafnya terkene najis atau terlantar sedangkan ia tidak mampu bersuci dukarenakan tidak ada sarana untuk itu atau tidak ada orang muslim yang suci yang bisa dititipi mushaf, maka jika hal ini terjadi ia boleh menyentuh dan memegangnya;
kulit, kantong, kotaknya, sedangkan mushaf berada didalamnya;
apa saja tempat seperti kertas, papan, kain yang ada tulisan Al-Quran dengan maksud untuk dibaca.
Walaupun di atas telah jelas hukum memegang dan membawa mushaf bagi yang berhadast. Namun para ulama mengecualikan dengan pengecualian sebagai berikut;
disertakan dengan barang dengan anggapan bahwa mushaf sebagai barang tidak dengan maksud membawa mushaf saja;
tafsir Al-quran yang tafsirnya lebih banyak seperti tafsir Ibnu katsir, Maroghi dll;
membukakan lembaran-lembaran mushaf dengan menggunakan kayu atau lainnya;
anak yang sudah tamyiz (bisa makan, minum, beristinja sendiri) membawa mushaf dengan maksud untuk belajar
7.      Top of FormNIAT WUDHU

نَوَيْتُ الْوُضُوْءَ لِرَفْعِ الْحَدَثِ اْلاَصْغَرِ فَرْضًا ِللهِ تَعَالَى

NAWAITUL WUDHUU A LIRAF'IL HADATSIL ASHGHARI FARDHAL LILLAAHI TA'AALAA.
Artinya :
Saya niat berwudhu untuk menghilangkan hadas kecil fardu karena Allah Ta'ala



No comments:

Post a Comment