Saturday, May 14, 2016

Keutamaan atau Keistimewaan Wanita Sholihah

 
1.    Doa wanita lebih maqbul dari laki-laki karena sifat penyayang yang lebih kuat dari laki-laki. Ketika ditanya kepada Rasulallah SAW akan hal tersebut, jawab baginda : “Ibu lebih penyayang dari bapak dan doa orang yang penyayang tidak akan sia-sia.”
2.    Wanita yang solehah itu lebih baik dari 1,000 orang laki-laki yang tidak soleh.
3.    Seorang wanita solehah lebih baik dari 70 orang wali.
4.    Tidaklah seorang wanita yang haidh itu, kecuali haidhnya merupakan kifarah (tebusan) untuk dosa-dosanya yang telah lalu, dan apabila pada hari pertama haidhnya membaca “Alhamdulillahi’alaa Kulli Halin Wa Astaghfirullah”. Segala puji bagi Allah dalam segala keadaan dan aku mohon ampun kepada Allah dari segala dosa.”; maka Allah menetapkan dia bebas dari neraka dan dengan mudah melalui shiratul mustaqim yang aman dari seksa, bahkan AllahTa’ala mengangkat derajatnya, seperti derajatnya 40 orang yang mati syahid, apabila dia selalu berzikir kepada Allah selama haidhnya.
5.    Apabila seseorang perempuan mengandung janin dalam rahimnya, maka beristighfarlah para malaikat untuknya. Allah SWT mencatatkan baginya setiap hari dengan 1,000 kebaikan dan menghapuskan darinya 1,000 kejahatan.
6.    Dua rakaat solat dari wanita yang hamil adalah lebih baik dari 80 rakaat solat wanita yang tidak hamil.
7.    Wanita yang melahirkan akan mendapat pahala 70 tahun solat dan puasa dan tiap rasa sakit dan pada satu uratnya Allah memberikan satu pahala haji.
8.    Apabila seseorang perempuan melahirkan anak, keluarlah dia dari dosa-dosa seperti keadaan ibunya melahirkannya.
9.    Wanita yang meninggal dalam masa 40 hari sesudah melahirkan akan dianggap syahid.
10.     Wanita yang memberi minum susu kepada anaknya dari badannya (susu badan) akan dapat satu pahala dari tiap-tiap titik susu yang diberikannya.
11.     Jika wanita menyusui anaknya sampai cukup (2 1/2 tahun), maka malaikat-malaikat di langit akan memberikan kabar gembira bahwa syurga adalah balasannya.
12.     Jika wanita memberi susu badannya kepada anaknya yang menangis, Allah akan memberi pahala satu tahun solat dan puasa.
13.      Apabila seorang wanita mencucikan pakaian suaminya, maka Allah mencatatkan baginya seribu kebaikan, dan mengampuni dua ribu kesalahannya,bahkan segala sesuatu yang disinari matahari akan memohonkan ampun untuknya, dan Allah mengangkatkannya seribu darjat
14.      Seorang wanita yang solehah lebih baik dari seribu orang laki-laki yang tidak soleh, dan seorang wanita yang melayani suaminya selama seminggu, maka ditutupkan baginya tujuh pintu neraka dan dibukakan baginya delapan pintu syurga, yang dia dapat masuk dari pintu mana saja tanpa dihisab.
15.     Mana-mana wanita yang menunggu suaminya hingga pulang, disapukan mukanya, dihamparkan duduknya atau menyediakan makan minumnya atau memandang ia pada suaminya atau memegang tangannya, memperelokkan hidangan padanya,memelihara anaknya atau memanfaatkan hartanya pada suaminya karena mencari keridhaan Allah, maka disunatkan baginya akan tiap-tiap kalimat ucapannya,tiap-tiap langkahnya dan setiap pandangannya pada suaminya sebagaimana memerdekakan seorang hamba. Pada hari Qiamat kelak, Allah kurniakan Nur hingga tercengang wanita mukmin semuanya atas kurniaan rahmat itu. Tiada seorang pun yang sampai ke mertabat itu melainkan Nabi-nabi.
16.     Tidakkan putus ganjaran dari Allah kepada seorang isteri yang siang dan malamnya menggembirakan suaminya.
Sepuluh wasiat yang Baginda Rasulullah sampaikan kepada puteri kesayangan baginda Saidatina Fatimah binti Rasulullah,  merupakan mutiara yang termahal nilainya bila kemudian dimiliki oleh setiap wanita  solehah, Yaitu :
1.       Ya Fathimah, kepada wanita yang membuat tepung untuk suami dan anak-anaknya, Allah pasti akan menetapkan kebaikan baginya dari setiap biji gandum, melebur kejelekan dan meningkatkan derajat wanita itu.
2.       Ya Fathimah, kepada wanita yang berkeringat ketika menumbuk tepung untuk suami dan anak-anaknya, niscaya Allah menjadikana dirinya dengan neraka tujuh tabir pemisah
3.       Ya Fathimah, tiadalah seorang yang meminyaki rambut anak-anaknya lalu menyisirnya dan mencuci pakaiannya, melainkan Allah akan menetapkan pahala baginya seperti pahala memberi makan seribu org yang kelaparan dan memberi pakaian seribu orang yang telanjang
4.      Ya Fathimah, tiadalah wanita yang menahan kebutuhan tetangganya, melainkan Allah akan menahannya dari minum telaga kautsar pada hari kiamat nanti.
5.      Ya Fathimah, yang lebih utama dari seluruh keutamaan di atas adalah keridhoaan suami terhadap istri. Andaikata suamimu tidak ridho kepadamu, maka aku tidak akan mendoakanmu. Ketahuilah wahai Fathimah, kemarahan suami adalah kemurkaan Allah
6.      Ya Fathimah, apabila wanita mengandung, maka malaikat memohonkan ampunan baginya, dan Allah menetapkan baginya setiap hari seribu kebaikan serta melebur seribu kejelekan. Ketika wanita merasa sakit akan melahirkan, Allah menetapkan pahala baginya sama dengan pahala para pejuang di jalan Allah. Jika dia melahirkan kandungannya, maka bersihlah dosa-dosanya seperti ketika dia dilahirkan dari kandungan ibunya. Bila meninggal ketika melahirkan, maka dia tidak akan membawa dosa sedikitpun. Didalam kubur akan mendapat pertamanan indah yang merupakan bagian dari taman sorga. Dan Allah memberikan pahala kepadanya sama dengan pahala seribu orang yang melaksanakan ibadah haji dan umrah, dan seribu malaikat memohonkan ampunan baginya hingga hari kiamat.
7.      Ya Fathimah, tiadalah wanita yang melayani suami selama sehari semalam dengan rasa senang serta ikhlas, melainkan Allah mengampuni dosa-dosanya serta memakaikan pakaian padanya di hari kiamat berupa pakaian yang serba hijau, dan menetapkan baginya setiap rambut pada tubuhnya seribu kebaikan. Dan Allah memberikan kepadanya pahala seratus kali beribadah haji dan umrah.
8.      Ya Fathimah, tiadalah wanita yang tersenyum di hadapan suami, melainkan Allah memandangnya dengan pandangan penuh kasih.
9.      Ya Fathimah, tiadalah wanita yang membentangkan alas tidur untuk suami dengan rasa senang hati, melainkan para malaikat yang memanggil dari langit menyeru wanita itu agar menyaksikan pahala amalnya, dan Allah mengampuni dosa-dosanya yang telah lalu dan yang akan datang.
10.  Ya Fathimah, tiadalah wanita yang meminyaki kepala suami dan menyisirnya, meminyaki jenggot dan memotong kumisnya, serta memotong kukunya, melainkan Allah memberi minuman arak yang dikemas indah kepadanya yang didatangkan dari sungai2 sorga. Allah mempermudah sakaratul-maut baginya, serta kuburnya menjadi bagian dari taman sorga. Dan Allah menetapkan baginya bebas dari siksa neraka serta dapat melintasi shirathal-mustaqim dengan selamat.

Wanita sholihah


Wanita adalah salah satu makhluk ciptaan Allah Subhaanahu wata’ala yang mulia. Karakteristik wanita berbeda dari laki-laki dalam beberapa hukum misalnya aurat wanita berbeda dari aurat laki-laki. Wanita memiliki kedudukan yang sangat agung dalam islam. Islam sangat menjaga harkat, martabat seorang wanita. Wanita yang mulia dalam islam adalah wanita muslimah yang sholihah.
       Secara umum, wanita shalihah adalah wanita yang  selalu menunaikan perintah-perintah Allah dan menjauhi larangan-larangan-Nya. Karena dengan taat kepada Allah, dengan sendirinya ia akan taat kepada Rasul-Nya. Sehingga ia akan mempunyai tanggung jawab moral dan peran yang besar terhadap kehidupan bermasyarakat, ia mengetahui tanggung jawab hari ini dan hari sesudah kematian, sehingga ia menyempatkan diri untuk melengkapi dirinya dengan iman dan ilmu.
       Wanita shalihah faham, bahwa dengan bekal iman dan ilmu akan menjadikan manusia yang berguna dalam kehidupan bermasyarakat dan akan diangkat derajatnya oleh Allah Ta’ala. Sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur’an surat Al-Mujadalah ayat 11 yang.
Artinya :
       “Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.”
                   Sesungguhnya peranan ilmu dalam kepribadian kaum wanita cukuplah besar, karena kaum wanitalah satu-satunya orang yang dekat dengan putera-puterinya. Dengan demikian, wanita yang mempunyai ilmu luas dan positif, tentu ia akan mampu mendidik putera-puterinya dengan akhlak yang mulia, dan akan mengerti pertumbuhan dan perkembangan anak-anaknya, sehingga mampu mengarahkan putera-puterinya itu menuju keberhasilan, baik di dunia maupun di akhirat.

Wanita Shalihah ialah wanita yang senantiasa bertaqwa kepada Allah Ta’ala, yakni wanita yang senantiasa melaksanakan segala perintah Allah dan menjauhi segala larangannya. Wanita shalihah juga harus memiliki ilmu, akhalak dan tauhid karena bagaimanapun juga peranan ilmu bagi wanita sangatlah penting untuk mendidik anank-anaknya kelak. Sebagaimana sabda Rasulullah saw : “Wanita adalah tiangnya agama, maka apabila wanita itu baik, baik pulalah negaranya, dan apabila wanita itu rusak, rusak pulalah negaranya.”
  Untuk menjadi wanita sholihah dan siapakah wanita yang memperoleh kehormatan dengan wanita sholihah, maka ada dua jalur yang harus diperhatikan, yaitu :
1.    Selalu menjaga hubungan baik dengan Allah
  Ada beberapa cara agar seorang hamba selalu berhubungan baik dengan Allah Ta’ala, diantaranya, yakni :
a)  Selau mengingat Allah Ta’la dengan dzikrullah
  Dzikir kepada Allah dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu :
a.Dzikir dengan lisan berarti menyebut nama-nama Allah, sifat-sifat Allah dan pujian-pujian Allah secara berulang-ulang.
b.Dzikir dengan hati berarti menghadirkan keagungan dan kebesaran Allah didalam hati dan jiwa, sehingga mendarah daging.
 Secara umum, manfaat dari dzikir ialah sebagai berikut :
a.Melunakkan hati manusia sehingga hati manusia dapat melihat kebenaran dan bersedia mengikuti dan menerima kebenaran itu.
b.Membangkitkan kesadaran bahwa Allah Maha Pengatur dan apa yang telah di tetapkan-Nya adalah baik.
c.Meningkatkan mutu yang telah dikerjakan, karena suatu amal perbuatan tidak dinilai oleh Allah dari lahirnya saja, akan tetapi, Allah menilai dari segi keikhlasan hamba dalam beramal.
d.Memelihara diri dari godaan syetan, karena syetan hanya dapat menggoda dan menipu manusia yang lupa kepada Allah.
b) Takut kepada Allah
          Sifat takut kepada Allah adalah sikap mental yang mendorong orang untuk bersikap zuhud, sebab dengan timbulnya sifat zuhud ini manusia akan merasa bahwa segala gerak-geriknya itu senantiasa dalam pandangan Allah.
   
“Dan bagi orang yang takut akan saat menghadap Tuhannya ada dua syurga.” (QS. Ar-Rahman : 46)
c)  Ikhlas dalam beramal
Ikhlas dalam beramal ialah melakukan kebajikan semata-mata karena mengharap keridhaan Allah. Ikhlas adalah ruh dari suatu amal dan  jika suatu amal itu tidak didasari dengan ikhlas, berarti amal perbuatannya itu tidak ada ruhnya. Lawan ikhlas dalam beramal adalah riya dalam beramal, yaitu melakukan suatu amalan untuk mengabdi kepada Allah, tetapi disertai rasa ingin memperoleh pujian dan perhatian dari manusia. Amalan yang didasari dengan sifat riya ini akan tertolak atau menjadi amal yang sia-sia.
 “ Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan keikhlasan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus.” (QS. Al-Bayyinah
d) Bertaqwa kepada Allah
          Wanita yang bertaqwa kepada Allah, yaitu wanita yang selalu menjaga dan memelihara diri dari siksa dan murka Allah dengan jalan melaksanakan segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya.
  “Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS. Al-Hujurat : 13)
e) Zuhud
Wanita yang memiliki sifat zuhud ialah wanita yang tidak merasa bangga terhadap kemewahan dunia yang semu atau sementara dan juga tidak merasa bersedih hati atau kecewa dengan hilangnya kemewahan yang pernah diraihnya.
Adapun tiga cirri dari sifat zuhud, yaitu :
a.    Sedikit sekali menggemari dunia, sederhana dalam menggunakan apa yang dimilikinya, menerima apa yang ada serta tidak merisaukan apa yang tidak ada, giat dalam bekerja dan beramal.
b.    Pada pandangannya, pujian dan celaan dari orang lain adalah sama saja. Ia tidak bergembira karena mendapat pujian dan tidak pula bersedih hati dengan terhadap celaan orang lain.
c.    Mendahulukan ridha Allah dari pada ridha manusia dan jiwanya merasa senang karena dapat menaati tuntunan Allah Ta’ala. 

 “Dan Tiadalah kehidupan dunia ini melainkan senda gurau dan main-main. dan Sesungguhnya akhirat Itulah yang sebenarnya kehidupan, kalau mereka mengetahui.”
f) Berjiwa Qana’ah
Qana’ah ialah menerima dengan rela apa yang telah dimiliki, memohon kepada Allah tambahan yang pantas dengan jalan berusaha, menerima takdir yang diberikan Allah, bertawakkal kepada Allah dan tidak tertarik oleh tipu daya syetan dan dunia.
Sabda Rasul saw :
“Qana’ah itu adalah harta yang tak akan hilang dan simpanan yang tidak akan lenyap.” (HR. Thabrani dari Jabir)
g) Bersyukur kepada Allah
    Wanita sholihah ialah wanita yang senantiasa bersyukur kepada Allah, yaitu mau membelanjakan dan mempergunakan nikmat sesuai dengan ketentuan syari’at islam. Diantara nikmat yang Allah berikan kepada hamba-Nya ialah berupa rizki, kesehatan jasmani dan rohani, bahagia dan lain sebagainya
     “Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), Maka Sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.” (QS. Ibrahim : 7)
h) Khusyu’ dalam beribadah
     Khusyu’ dalam beribadah kepada Allah merupakan kepatuhan kepada Allah dalam menjalankan amal ibadah yang disertai konsentrasi pikiran, perasaan dan ingatan yang hanya tertuju kepada Allah. Dengan khusyu’, wanita dapat merasakan nikmatrnya beribadah kepada Allah.
 “ Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, (yaitu) orang-orang yang khusyu' dalam sembahyangnya,” (QS. Al-Mu’minun : 1-2)
i)  Menunaikan amanat
     Amanat ialah tanggung jawab yang dilaksanakan orang-orang yang dibebani amanat, dan orang-orang yang menyia-nyiakan amanat berarti khianat atau tidak bertanggung jawab terhadap tanggung jawabnya. Bahkan sangat sangsi yang diterima bagi orang yang tidak menyampaikan amanat. Sebagaimana hadits nabi saw :
“Tidak sempurna iman seseorang yang tidak menyampaikan amanat, dan tidak sempurna agama seseorang yang tidak menunaikan janji.”
j) Menunaikan  shalat 5 waktu
    Senantiasa menjaga shalat 5 waktu secara khusyu dan mengingatkan suaminya. Sebagaimana maklum shalat 5 waktu adalah tiang agama. Muslimah yang menjaga shalatnya adalah sosok muslimah yang sendi-sendi keimanannya kokoh dan kuat. Ia akan kuat menghadapi berbagai terpaan cobaan dan musibah. Muslimah seperti inilah yang bisa menjadi faktor kunci sukses suaminya.
2. Selalu menjaga hubungan baik dengan sesama manusia
  Ada beberapa cara agar seorang hamba selalu berhubungan baik dengan sesama manusia , diantaranya, yakni :
a) Taat kepada suami
    Taat kepada suaminya, menghormatinya, mencintainya, menyayanginya. Selalu menampakkan wajah yang menyenangkannya. Selalu memberikan dukungan kepada suami baik dalam urusan pekerjaan atau ibadah. Tidak menghardik atau mengeluarkan kata-kata kotor kepadanya. Tidak membicarakan aib-aibnya kepada wanita lain. Tak pernah ada niatan untuk menyakitinya. Ia senantiasa melakukan perbuatan yang membuat ridha suaminya. Rasul SAW bersabda, “Tatkala seorang muslimah melaksanakan shalat 5 waktu, menunaikan puasa wajib dan mematuhi suaminya, maka ia akan memasuki surga Tuhannya dari pintu mana saja yang ia mau.” (HR. Ahmad dan Thabrani)
    Dalam kitab Durratunnasihin terdapat sebuah riwayat yang dikatakan oleh Hasan al-Basri tentang wanita sholihah. Beliau menceritakan :
    Sesungguhnya telah terjadi di zaman Rasul saw, seorang suami pergi berperang meninggalkan isterinya. Dia berpesan kepada isterinya, “janganlah kamu meninggalkan rumah sehingga aku kembali kepadamu.” Sepeninggal suaminya, ayah sang isteri sakit. Maka isteri tersebut mengutus seseorang kepada Rasulullah saw untuk memintakan izin menjenguk ayahnya. Jawab Rasulullah saw, “taatilah suamimu, jangan keluar!”. Sampai pada akhirnya ayah dari isteri tersebut meninggal dunia. Lalu sang isteri mengutus kembali seseorang kepada Rasulullah saw untuk memintakan izin menjenguk ayahnya. Lalu Rasulullah menjawab, “taatilah suamimu, jangan pergi!”. Setelah itu Rasulullah saw mengutus seseorang kepada isteri tersebut untuk member kabar bahwa Allah telah mengampuni dosa ayahnya disebabkan ketaatannya kepada suaminya.
Jadi, seorang wanita sholihah telah mampu mendudukkan dirinya pada proporsi yang benar. Artinya, jika dia telah bersuami, maka yang paling berhak terhadap dirinya ialah suaminya, melebihi bapak, ibu serta keluarga yang lain.
    Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh seorang isteri terhadap suaminya :
a.Selalu menyenangkan suami dan kasih saying terhadap anaknya
   Sabda Rasulullah saw:
    Sukakah aku ceritakan bakal isterimu di surga ? jawab sahabat, “baiklah Rasulullah”. Maka Rasulullah bersabda, “yaitu setiap isteri yang berkasih sayang dan banyak anak, dan apabila ia marah, diganggu atau dimarahi suaminya, lalu ia menyerahkan dirinya dan berkata, “inilah tanganku terserah padamu, saya tidak akan bisa tidur hingga engakau rela kepadaku. (HR.Thabrani)
Isteri yang shalihah, ia tidak akan mengganggu suaminya yang mengakibatkan kesusahan, justru ia berusaha menghilangkan kesusahan suami dan berusaha membantu menyelesaikan persoalan yang sedang dihadapi suami.
b.Jika suami pergi, hendaklah isteri menjaga harta suami dan kehormatannya
   Seorang isteri jangan sampai pergi dari rumah jika suami tidak ada di rumah, karena itu akan mendatangkan fitnah atau dapat merusak suasana keakraban hubungan persuami isterinya. Sabda Rasulullah saw : ‘Sebaik-baik wanita ialah jika engkau pandang ia menyenangkanmu, jika kau perintah ia mentaatimu, jika engkau tinggalkan ia mejagamu dalam hal harta dan menjaga dirinya.” (HR. An-Nasa’i)
c. Jika berbicara dengan suami, hendaklah menunjukkan sifat kasih sayang, dengan tutur kata yang halus dan sopan.
   Janganlah seorang isteri berbicara keras terhadap suaminya, atau memerahinya, apalagi membentak-bentak suaminya. Sabda Rasulullah saw:
      Sesungguhnya apabila seorang suami menatap isterinya dan isterinya membalas pandangannya (dengan penuh cinta dan kasih sayang), maka Allahg menatap mereka dengan pandangan kasih mesra, dan jika sang suami membelai tangan isterinya, maka dosa mereka jatuh berguguran disela-sela jari tangan mereka.” (HR. Maisaroh bin Ali dari Abu Said bin Al-Hudri)
d. Mampu menjaga pandangan matanya (penglihatannya) dan kehormatannya.
Ia tak mau memandang laki-laki selain suaminya. Kehormatannya di jaga mati-matian demi suaminya. Ia bersolek hanya untuk suaminya. Ini merupakan
“Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka Menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya, dan janganlah Menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak- budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. dan janganlah mereka memukulkan kakinyua agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, Hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.”(Q.S.An Nur: 31)    
b) Berbuat baik kepada kedua orang tua
    Diantara cirri wanita yang sholihah ialah wanita yang selalu lunak dan patuh kepada nasehat-nasehat orang tua. Adapun cara mengabdi dan berbakti kepada kedua orang tua ialah :
a.Hendaklah menundukkan kepala ketika orang tua menasehati, tunduk, dengarkan dan melaksanakan nasehat-nasehatnya.
b.Jangan sekali-kali menunjukkan sikap kasar dan cemberut dihadapan orang tua
c.Tidak mengambil milik orang tua, kecualitelah memperolej izinnya
d.Meringankan beban orang tua tanpa pamrih
e.Setiap waktu dan selesai shalat, seorang anak wajib mendo’akan kedua orang tua dan memintakan ampun orang tua kepada Allah Azza  wa Jalla.
f.Dalam hak dan hukumnya, kedudukan mertua sama halnya dengan orang tua kita sendiri yang melahirkan dan mendidik, maka harus diperlakukan atau dihormati sebagaimana halnya orang tua sendiri.
c) Berbuat baik kepada guru
   Adapun sebab-sebab mengapa guru harus dihormati dan dimuliakan, yaitu :
a.Karena guru ialah orang yang mulia
b.Karena guru besar sekali jasanya
  Besarnya jasa guru adalah karena pekerjaan guru ialah mengajarkan ilmu pengetahuan, sedangkan ilmu npengetahuan adalah suatu hal yang sangat penting dalam kehidupan umat manusia.
 Karena guru ialah orang yang mulia, maka ada beberapa adab yang harus diperhatikan oleh murid terhadap gurunya, diantaranya ialah :
a.Apa yang diajarka guru hendaknya meresapi dan memperhatikannya dengan sepenuh hati
b.Jika dperintah guru, hendaklah dikerjakan asalkan perintahnya itu bukan maksiat
c.Jika guru memerahi murid, hendaklah murid diam dan jangan membantah, karena tindakan guru itu merupakan bentuk kasih sayang kepada anak didiknya dan demi kebaikan anak didiknya.
d.Memuliakan guru beserta keluarganya dengan ta’zhim
e.Mendo’akan guru dan memintakan ampun atas kesalahan yang pernah dilakukan guru.
d)Berbuat baik kepada tetangga
  Peranan tetangga sangatlah penting, karena merekalah yang paling dekat dengan kita. Demikian pentingnya, sehingga terkadang melebihi peranan keluarga atau family sendiri. Adapun kesopanan atau adab terhadap tetangga, yaitu :
a.Membantu tetangga apabila membutuhkan bantuan
b.Apabila berjanji, maka wajib ditepati
c.Menjaga anak-anak dan barang-barang milik tetangga
d.Mengundang tetangga ketika mengadakan syukuran
e.Tidak menyebar luaskan kejelekan-kejelekan tetangga
f.Menjenguk tetangga yang sakit
e) Mendidik putera puterinya
  Wanita adalah yang paling dekat dengan pertumbuhan anak-anaknya. Ibu yang sholihah ialah ibu yuang dengan tekun dan teliti mendidik putera-puterinya untuk menjadi anak yang berbudi pekerti dan berakhlak luhur. Menjadi wanita yang sholihah terhadap putera-puterinya, hendaklah melakukan beberapa hal sebagai berikut :
a.Memberinya ASI kepada putera-puterinya dengan ma’ruf
b.Member tahu ayahnya, agar tumbuh rasa syang anak terhadap ayahnya
c.Sabar dan tabah dalam membesarkan dan mendidik anak
d.Memberikan keperluan anak yang bermanfaat
e.Jangan membiarkan anak mengambil barang hak milik orang lain tanpa izin

MENGENAL IFTA’ DAN ISTIFTA’

Pada masa awal perkembangan Islam, Rasulullah SAW. telah menghadapi berbagai persoalan-persoalan baru yang menyangkut urusan-urusan keagamaan dan keduniaan, terutama di kalangan bangsa Arab Makkah. Bersamaan dengan itu, Allah menurunkan wahyu sebagai tanda kemukjizatan Rasulullah SAW. penutup para Nabi.
Makna hal terpenting dari wahyu tersebut adalah Rasulullah SAW mengeluarkan fatwa-fatwa sebagai petunjuk, pedoman dan panduan bagi umat Islam dalam memberikan penjelasan, jawaban dan alternatif terhadap persoalan-persoalan yang mencakupi isu-isu akidah, sosial, ekonomi, adat, budaya, politik dan lain-lain. Dengan demikian, kehidupan terus berjalan di bawah ajaran (hukum-hukum ) dan bimbingan agama Allah.
Seiring dengan perkembangan zaman dan tuntutan kondisi, berbagai persoalan entah klise ataupun baru, selalu muncul di tengah-tengah masyarakat.
Umat Islam kerap dihadapkan pada kegamangan, setiap kali perubahan zaman terjadi. 
 1.    Fatwa
Kata Fatwa (kemudian disebut dalam istilah bahasa Indonesia) sepadan dengan kata Ifta’ yang berakar dari afta, berarti penjelasan tentang suatu masalah.[1][1]
Dari segi terminologi fatwa adalah pendapat atau keputusan dari alim ulama atau ahli hukum Islam. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan, fatwa adalah jawab (keputusan/pendapat) yang diberikan oleh mufti terhadap suatu masalah atau juga dinamakan dengan petuah. Sedangkan dalam ilmu ushul fiqh, fatwa berarti pendapat yang dikemukakan oleh seorang mujtahid atau fakih sebagai jawaban yang diajukan peminta fatwa dalam satu kasus yang sifatnya tidak mengikat.
الإِخْبَارُ عَنْ حُكْمِ الله تَعَالى بِمُقْتَضَى الأَدِلَّةِ الشَّرْعِيَّةِ عَلَى جِهَةِ الْعُمُوْمِ وَالشُّمُوْلِ
“Fatwa ialah menyampaikan hukum-hukum Allah berdasarkan dalil-dalil syariah yang mencakup segala persoalan”.
Menurut ulama Hanafi, ifta’ adalah menjelaskan hukum terhadap suatu permasalahan (bayan hukm al-mas’alah). Dalam pandangan ulama Maliki, ifta’ adalah menginformasikan tentang suatu hukum syariat dengan cara yang tidak mengikat (al-ikhbar bi al-hukm al-shar‘i ‘ala ghayr wajh al-ilzam).
Al-Qaradawi mendefinisikan ifta’ sebagai “menjelaskan hukum syariat tentang satu persoalan sebagai jawaban terhadap pertanyaan seorang penanya, baik yang jelas maupun samar, individual maupun kolektif” (bayan al-hukm al-shar‘i fi qadiyyah min al-qadaya jawaban ‘an su’al sa’il mu‘ayyan kan aw mubham, fard aw jama‘ah).
2.      2. Istifta’
Sedangkan istifta’ secara Etimologi ialah :
الْجَوَابُ عَمَّا يُشْكِلُ مِنَ الأُمُوْرِ
“menyelesaikan setiap problem”
Menurut Hallaq, di dalam Alquran, istilah istifta’ mengandung konotasi permohonan untuk memecahkan satu persoalan yang di anggap rumit dan pelik.
Seperti firman Allah : yang artinya
Dan mereka minta fatwa kepadamu tentang para wanita. Katakanlah: "Allah memberi fatwa kepadamu tentang mereka,” (Q.S. An-Nisa’ : 127)
maka dalam hemat kami, Istifta’ dapat juga diartikan sebagai pertanyaan (aktifitas permohonannya) untuk memperoleh jawaban-jawaban (Fatwa) yang dikeluarkan sebagai respons terhadap berbagai peristiwa dan kejadian yang dihadapi di dalam masyarakat baik secara individual maupun kolektif. Sedangkan, Pihak yang meminta fatwa tersebut disebut al-mustafi.
3.      3. Mufti
Sedangkan Mufti ialah pemberi Fatwa. Namun, mufti tidak mengeluarkan fatwanya kecuali apabila diminta dan persoalan yang diajukan kepadanya adalah persoalan yang bisa dijawabnya sesuai dengan pengetahuannya. Oleh sebab itu, mufti dalam menghadapi suatu persoalan hukum harus benar-benar mengetahui secara rinci kasus yang dipertanyakan, mempertimbangkan kemaslahatan peminta fatwa, lingkungan yang mengitarinya, serta tujuan yang ingin dicapai dari fatwa tersebut. Ini sesuai dengan kaidah ushul fiqh: “akibat dari suatu fatwa lebih berat dari fatwa itu sendiri”.
Adapun orang yang pertama menjabat sebagai mufti di dalam islam ialah Rasulullah Muhammad SAW. Beliau memberi fatwa terhadap segala permasalahan yang timbul atau terjadi berdasarkan wahyu dari Allah swt. yang diturunkan beliau.
Kemudian untuk menjadi seorang mufti/menjabat sebagai mufti tidaklah mudah dan tidak sembarangan orang,karena banyak syarat yg harus di penuhi dan harus memiliki ilmu yang memadahi untuk menjadi seorang mufti.

Kata-Kata Dalam Ijab Qabul

 
  1. Dalam ijab qabul haruslah dipergunakan kata-kata yang dapat dipahami oleh masing-masing pihak yang melakukan aqad nikah sebagai menyatakan kemauan yang timbul dari kedua belah pihak untuk nikah, dan tidak boleh menggunakan kata-kata yang samar atau kabur. Ibnu Taimiyah mengatakan : Aqad nikah, ijab qabulnya boleh dilakukan dengan bahasa, kata-kata atau perbuatan apa saja yang oleh masyarakat umumnya dianggap sudah menyatakan terjadinya nikah. Para ahli fikih pun sependapat bahwa di dalam qabul boleh digunakan kata-kata dan bahasa apa saja, tidak terikat kepada suatu bahasa atau kata khusus, asalkan kata-kata itu dapat menyatakan rasa ridha dan setuju, misalnya: saya terima, saya setuju, saya laksanakan dan sebaginya.
  2. Adapun ijab, maka para ulama sepakat boleh dengan menggunakan kata-kata nikah dan tazwij, atau pecahan dari kedua kata tersebut, seperti: Zawwajtuka, ankahtuka, yang keduanya secara jelas menyatakan kawinl
  3. Mengenai ijab qabul bukan dengan bahasa Arab, para ahli fikih sependapat ijab qabul boleh dilakukan dengan bahasa selain Arab, asalkan memang pihak-pihak yang beraqad baik semua atau salah satunya tidak tahu bahasa Arab.
  4. Ijab qabulnya orang bisu. Ijab qabul orang bisu sah dengan isyaratnya, bilamana dapat dimengerti, sebagaimana halnya dengan aqad jual belinya yang sah dengan jalan isyaratnya, karena isyarat itu mempunyai makna yang dapat dimengerti. Tetapi kalau salah satu pihaknya tidak memahami isyaratnya, ijab qabulnya tidak sah, sebab yang melakukan ijab qabul hanyalah antara dua orang yang bersangkutan itu saja.
  5. Ijab qabulnya orang gaib (tidak hadir). Jika salah seorang dari pasangan pengantin tidak ada tetapi tetap mau melanjutkan aqad nikahnya, maka wajiblah ia mengirim wakilnya atau menulis surat kepada pihak lainnya meminta diaqadnikahkan , dan pihak yang lain ini jika bersedia menerima, hendaklah menghadirkan  para saksi dan membacakan isi suratnya kepada mereka, atau menunjukkan wakilnya kepada mereka dan mempersaksikan kepada mereka di dalam majlisnya bahwa aqad nikahnya telah diterimanya. Dengan demikian qabulnya dianggap masih dalam satu majelis.
Ucapan Ijab Qabul Harus Mutlak
Para ahli fikih mensyaratkan hendaknya ucapan yang dipergunakan di dalam ijab qabul bersifat mutlak, tidak diembel-embeli dengan sesuatu syarat, misalnya pengijab mengatakan : "Aku kawinkan putriku dengan kamu." lalu penerimanya menjawab: "Saya terima." Maka ijab qabul seperti ini namanya bersifat mutlak, hukumnya menjadi sah, yang selanjutnya mempunyai akibat-akibat hukum. 
Jenis ijab qabul yang membuat aqad nikah menjadi tidak sah, diantaranya: 
  1. Ijab qabul diembel-embeli dengan suatu syarat. Yaitu bahwa pernikahannya dihubung-hubungkan dengan sesuatu syarat lain, umpamanya peminang mengatakan:"Kalau saya sudah dapat pekerjaan, puteri bapak saya kawin." Lalu ayahnya menjawab:"Saya terima." Jenis aqad nikah seperti ini tidak sah, sebab pernikahannya dihubungkan dengan sesuatu yang akan terjadi yang boleh jadi tidak terwujud, Tetapi jika aqad nikahnya dikaitkan dengan sesuatu yang dapat terwujud seketika itu juga, maka aqad nikahnya sah; umpamanya peminang mengatakan:" Jika puteri bapak umurnya sudah 20 tahun, saya kawini dia." Lalu bapaknya menjawab;"Saya terima," Dan ketika itu anaknya memang benar-benar sudah berumur 20 tahun. Begitu juga misalnya puterinya mengatakan:"Kalau ayah setuju, saya mau kawin dengan kamu." Lalu laki-lakinya menjawab:" Saya terima." dan ayahnya yang ada di majlisnya mengatakan :"Saya terima."
  2. Ijab qabul yang dikaitkan dengan waktu akan datang. Contohnya: peminang berkata: "Saya kawini puteri bapak besok atau bulan depan." Lalu ayahnya menjawab:"Saya terima." Ijab qabul dengan ucapan seperti ini tidak sah, baik ketika itu maupun kelak setelah tibanya waktu yang ditentukan itu. Sebab mengaitkan dengan waktu akan datang berarti meniadakan ijab qabul yang memberikan hak (kekuasaan) menikmati seketika itu dari pasangan yang mengadakan aqad nikah.
  3. Aqad nikah sementara waktu. Jika aqad nikah dinyatakan untuk sebulan atau lebih atau kurang, maka pernikahannya tidak sah, sebab kawin itu dimaksudkan untuk hidup bergaul secara langgeng guna mendapatkan anak,  memelihara keturunan dan mendidik mereka. Karena itu para ahli fikih menyatakan bahwa kawin mut'ah (sementara) dan kawin cina buta (tahlil) tidak sah. Karena yang pertama bermaksud untuk bersenang-senang semata, sedang yang kedua bermaksud untuk menghalalkan bekas suami perempuan tadi  dapat kembali kawin dengannya

Makna dari ijab qobul

 
Pada hakikatnya ijab adalah suatu pernyataan dari perempuan untuk mengikatkan dirinya dengan seorang laki-laki untuk dijadikan sebagai suami yang sah, Sedangkan qabul adalah pernyataan menerima dengan sepenuh hati untuk menjadikan seorang perempuan tersebut menjadi istrinya yang sah.
Sebagai contoh ijab dari wali perempuan dengan ucapan “saya nikahkan engkau dengan anak saya yang bernama....dengan maskawin....”. Dan mempelai pria atau wakilnya menjawab dengan perkataan (Qobiltu nikakhaha) “saya terima nikahnya .....dengan maskawin.....(tunai/....)”.
Mengenai akad nikah yang berupa ijab dan qabul antara lelaki yang melamar dan wanita yang dilamar para ulama sepakat bahwa hal tersebut (ijab dan qabul) merupakan salah satu rukun dari pernikahan.
Oleh karena itu sudah menjadi kewajiban bagi seseorang yang akan menikah untuk mengucapkan akad nikah yang berupa ijab yang dilakukan oleh wali dari pihak perempuan dan qabul yang diucapkan oleh mempelai pria atau wakilnya dengan ketentuan mempelai pria harus memberikan kuasa yang tegas dan secara tertulis bahwa ia (calon mempelai pria) mewakilkan akad pernikahannya pada wakilnya.
Dan perlu diketahui bahwa ijab dan qabul dalam sebuah perkawinan bukan hanya sekedar perjanjian yang bersifat keperdataan, akan tetapi lebih dari itu, yaitu suatu perjanjian yang kuat yang bukan hanya disaksikan oleh orang yang menghadirinya akan tetapi disaksikan oleh allah.
kemudian mengenai akad pernikahan memang tidak diatur dalam UU perkawinan, namun KHI secara jelas telah mengaturnya yaitu pada pasal 27, 28, dan 29 yang tentunya semuanya berdasarkan kitab-kitab fiqh yang ada.
Adapun rumusan pasal tersebut adalah:
Pasal 27
Ijab dan qabul antara wali dan mempelai pria harus jelas beruntun dan tidak berselang waktu
Pasal 28
Akad nikah dilaksanakan secara sendiri secara pribadi oleh wali nikah yang bersangkutan. Wali nikah dapat mewakilkan pada orang lain
Pasal 29
1) Yang berhak mengucapkan qabul adalah calon mempelai pria secara pribadi
2) Dalam hal tertentu ucapan qabul nikah dapat diwakilkan oleh pria lain dengan ketentuan mempelai pria memberi kuasa yang tegas secara tertulis bahwa penerimaan wakil atas akad nikah itu adalah untuk mempelai pria
3) Dalam hal calon mempelai wanita atau wali keberatan calon mempelai pria diwakili, maka akad nikah tidak boleh dilangsungkan.
b. Lafaz yang digunakan dalam ijab qabul
diperbolehkan menggunakan lafal al-hibah dengan syarat harus disertai dengan penyebutan maskawin. Dan beliau berpendapat bahwa selain lafal-lafal tersebut maka akad dihukumi tidak sah.

Sementara itu, Imam Syafi’i berpendapat redaksi akad harus menggunakan lafal al-tazwij dan al-nikah serta lafal-lafal bentukannya saja, selain dari kedua lafal tersebut maka akad nikah dianggap tidak sah.
Selain itu mazhab Imamiyah mengatakan bahwa ijab harus menggunakan lafal zawwajtu atau ankahtu dan harus dalam bentuk madhi, akad tidak diperbolehkan menggunakan lafal selain bentuk madhi karena inilah yang memberi kepastian.
Dalam hal pelaksanaan akad ulama Imamiyah, Syafi’iyah dan Hanabilah mensyaratkan kesegeraan dalam melaksanakannya, maksudnya qabul harus dilakukan segera setelah ijab dan tidak terpisah (dengan perkataan lain).
Sementara itu Imam Malik berpendapat bahwa pemisahan yang sekedarnya tetap diperbolehkan, seperti dipisahkan oleh khutbah nikah yang pendek dan sejenisnya.
Dan perlu diketahui bahwa berdasarkan hukum asalnya ijab itu datangnya dari pihak perempuan sedangkan qabul datangnya dari pihak laki-laki, andaikata qabul didahulukan di mana pengantin laki-laki yang mengatakan pada wali dan wali menjawab atau menerima pernyataan tersebut (qabul) Imamiyah dan mazhab tiga lainnya menyatakan sah, sedangkan Imam Hambali mengatakan tidak sah.
c. Syarat Bagi Kedua Pihak Yang Melakukan Akad Nikah
Ulama sepakat mengenai syarat yang harus dipenuhi oleh seseorang yang akan melaksanakan suatu akad pernikahan yaitu: berakal dan baligh, selain itu disyaratkan pula bahwa kedua mempelai harus terlepas dari keadaan-keadaan yang membuat keduanya diharamkan untuk menikah, baik karena disebabkan oleh adanya hubungan keluarga maupun hubungan lainnya, baik yang bersifat permanen atau sementara.
Syarat yang selanjutnya yaitu dalam melakukan akad harus pasti dan jelas orangnya, dan syarat yang terakhir ulama sepakat tidak diperbolehkan adanya paksaan dalam melaksanakan akad, kecuali Imam Hanafi yang memperbolehkan adanya paksaan dalam melakukan akad.

Syarat dan Ucapan Ijab Qabul Dalam Aqad Pernikahan


  1. Kedua belah pihak sudah tamyiz (bisa membedakan  benar dan salah). Bila salah satu pihak ada yang gila atau masih kecil, maka pernikahan dinyatakan tidak sah.
  2. Ijab Qabulnya dalam satu majelis. Yaitu ketika mengucapkan ijab qabul tidak boleh diselingi dengan kata-kata lain, atau menurut adat dianggap ada penyelingan yang menghalangi peristiwa ijab dan qabul. 
  3. Hendaknya ucapan qabul tidak menyalahi ucapan ijab, kecuali kalau lebih baik dari ucapan ijabnya sendiri yang menunjukkan pernyataan persetujuannya lebih tegas. Misalnya, jika pengijab mengucapkan:"Aku kawinkan kamu dengan anak perempuanku si Anu dengan mahar Rp.100,- lalu qabul menyambut:"Aku terima nikahnya dengan Rp.200,- maka nikahnya sah, sebab qabulnya memuat hal yang lebih baik (lebih tinggi nilainya) dari yang dinyatakan pengijab.
  4. Pihak-pihak yang melakukan aqad harus dapat mendengarkan pernyataan masing-masingnya dengan kalimat yang maksudnya menyatakan terjadinya pelaksanaan aqad nikah, sekalipun kata-katanya ada yang tidak dapat dipahami, karena yang dipertimbangkan di sini ialah maksud dan niat, bukan mengerti setiap k