Tuesday, May 10, 2016

pernikahan beda agama perspektif islam


Dalam Islam, menikah bukan hanya menyatukan dua manusia, melainkan ada aturan atauran yang harus diperhatikan, sehingga dengan aturan aturan itu menimbulkan adanya pernikahan yang sah dan tidak sah, serta pernikahan yang diperbolehkan dan tidak diperbolehkan, lantas bagaimana dengan pernikahan beda agama ?
            Pada dasarnya ulama membolehkan menikah beda agama, namun dengan kondisi seorang Muslim laki-laki menikah dengan wanita Ahli Kitab (Nasrani dan Yahudi). Ini pendapat jumhur (mayoritas ulama).
Dalam beberapa literatur dan juga kitab-kitab Tafsir disebutkan perbedaan pendapat apakah selain wanita Ahli Kitab, seorang Muslim boleh menikahinya? Artinya ulama berbeda pendapat tentang kebolehan menikahi wanita non-Muslim yang dari selain Ahli Kitab.
Imam Syafi’i dalam kitab klasiknya, Al-Umm, mendefinisikan Kitabiyah dan non Kitabiyah sebagai berikut, “Yang dimaksud dengan ahlul kitab adalah orang-orang Yahudi dan Nasrani yang berasal dari keturunan bangsa Israel asli. Adapun umat-umat lain yang menganut agama Yahudi dan Nasrani, rnaka mereka tidak termasuk dalam kata ahlul kitab. Sebab, Nabi Musa a.s. dan Nabi Isa a.s. tidak diutus kecuali untuk Israil dan dakwah mereka juga bukan ditujukan bagi umat-umat setelah Bani israil.”
Jumhur sahabat dan jumhur ulama pun membolehkan pernikahan berbeda agama dalam keadaan seperti ini, yakni laki laki muslim menikahi wanita muslim, diantara para jumhur shahabat membolehkan laki-laki muslim menikahi wanita kitabiyah, diantaranya adalah Umar bin Al-Khattab, Ustman bin Affan, Jabir, Thalhah, Huzaifah. Bersama dengan para shahabat Nabi juga ada para tabi`Insya Allah seperti Atho`, Ibnul Musayib, al-Hasan, Thawus, Ibnu Jabir Az-Zuhri.
Adapun jika keadaannya terbalik, wanita muslim menikahi laki laki non muslim (kafir / musyrik) Ijma’ (konsensus) ulama: tidak diperbolehkan seorang wanita Muslimah menikah dengan laki-laki non-Muslim, apapun jenis ke-non-Muslimannya. Entah itu dia seorang Nasrani, Yahudi, Budha, Hindu atau agama pun, yang penting ia bukanlah seorang Muslim.
Yang sedikit berbeda pendapatnya hanyalah Imam Malik dan Imam Ahmad bin Hanbal, dimana mereka berdua tidak melarang hanya memkaruhkan menikahi wanita kitabiyah selama ada wanita muslimah.
Pendapat yang mengatakan bahwa nasrani itu musyrik adalah pendapat Ibnu Umar. Beliau mengatakan bahwa nasrani itu musyrik. Selain itu ada Ibnu Hazm yang mengatakan bahwa tidak ada yang lebih musyrik dari orang yang mengatakan bahwa tuhannya adalah Isa. Sehingga menurut mereka menikahi wanita ahli kitab itu haram hukumnya karena mereka adalah musyrik.
Namun jumhur Ulama tetap mengatakan bahwa wanita kitabiyah itu boleh dinikahi, meski ada perbedaan dalam tingkat kebolehannya. Namun demikian, wanita muslimah yang komitmen dan bersungguh-sungguh dengan agamanya tentu lebih utama dan lebih layak bagi seorang muslim dibanding wanita ahlul kitab. Juga apabila ia khawatir terhadap akidah anak-anak yang lahir nanti, serta apabila jumlah pria muslim sedikit sementarawanita muslimah banyak, maka dalam kondisi demikian ada yang berpendapat haram hukumnyapria muslim menikah dengan wanita non muslim.
Secara ringkas hukum nikah beda agama bisa kita bagi menjadi demikian :
  1. Suami Islam, istri ahli kitab = boleh
  2. Suami Islam, istri kafir bukan ahli kitab = haram
  3. Suami ahli kitab, istri Islam = haram
  4. Suami kafir bukan ahli kitab, istri Islam = haram
Dibolehkannya laki-laki muslim menikah dengan wanita ahlul kitab namun tidak sebaliknya karena laki-laki adalah pemimpin rumah tangga, berkuasa atas isterinya, dan bertanggung jawab terhadap dirinya. Namun perlulah diketahui masih adakah yg namanya wanita ahlul kitab zaman sekarang ? wallahu`alam..itu seperti mencari jarum dalam tumpukan jerami.dan untuk hal satu ini..adalah sulit laki laki menemukan wanita ahli kitab walaupun diperbolehkan.
Islam menjamin kebebasan aqidah bagi isterinya, serta mlindungi hak-hak dan kehormatannnya dengan syariat dan bimbingannya. Akan tetapi, agama lain seperti nasrani dan yahudi tidak pernah memberikan jaminan kepada isteri yang berlainan agama. 
  1. Dalil Mengenai Pernikahan Beda Agama
Allah Ta’ala berfirman,
وَلا تُنْكِحُوا الْمُشْرِكِينَ حَتَّى يُؤْمِنُوا وَلَعَبْدٌ مُؤْمِنٌ خَيْرٌ مِنْ مُشْرِكٍ وَلَوْ أَعْجَبَكُمْ أُولَئِكَ يَدْعُونَ إِلَى النَّارِ
“…….dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang musyrik, walaupun dia menarik hatimu, mereka mengajak ke neraka,….” ( QS: Al-Baqarah: 221)
(al mumtahanah 10)
 “…mereka (wanita-wanita mukmin) tiada halal bagi orang-orang kafir itu dan orang-orang kafir itu tiada halal pula bagi mereka… “ (QS: Al-Mumtahanah: 10)
Dua ayat ini secara tegas mengatakan bahwa wanita Muslimah itu haram dinikahkah dengan orang kafir bagaimana pun alasannya. Dan ulama telah mengatakan bahwa ini adalah Ijma’ ulama.
Jika suatu hukum itu sudah dihukumi oleh sebuah Ijma’, maka sudah tidak ada lagi perselisihan pendapat didalamnnya. Begitu suatu masalah dihukumi, dan hukum itu tidak diperselisihkan oleh ulama yang lain, maka itu menjadi ijma’. Dan ketika sudah menjadi Ijma’, sudah tidak perlu lagi dipertanyakan. Ini prinsip yang dipegang oleh para fuqaha’ (ahli fiqih).
Adapun ayat yang terkandung dalam surah Al-Maidah ayat 5, seperti dibawah ini:
(al maidah 5)
Pada hari ini dihalalkan bagimu yang baik-baik. Makanan (sembelihan) orang-orang Ahli kitab itu halal bagimu, dan makanan kamu halal (pula) bagi mereka. (Dan dihalalkan mangawini) wanita yang menjaga kehormatan diantara wanita-wanita yang beriman dan wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara orang-orang Ahli kitab sebelum kamu…..” (QS. Al-Maidah: 5)
Ayat ini ialah takhshish [تخصيص] untuk ayat 221 surah al-Baqarah diatas. Disebutkan bahwa wanita non-Muslim (musyrik) itu tidak boleh dinikahi oleh laki-laki Muslim. Pada ayat ini terjadi pengkhususan, bahwa larangan yang ada di surah al-Baqarah itu untuk wanita musyrik saja, sedangkan Ahli Kitab, dibolehkan.
Artinya bahwa kalau wanita itu Ahli Kitab, tetap boleh. Walaupun ia seorang wanita kafir. Karena yang dilarang itu ialah wanita kafir yang selain Ahli Kitab.
Larangan bagi wanita Muslimah untuk menikah dengan laki-laki non-Muslim tetap berlaku. Karena ayat ini ialah takhshish [تخصيص] bukan naskh [نسخ] yang menghapus kandungan hukum dalam ayat. Ini hanya pengkhususan saja. Maka yang tidak dikhususkan dalam ayat, hukumnya tetap berlaku.

2 comments: