Dalam Islam, menikah bukan hanya
menyatukan dua manusia, melainkan ada aturan atauran yang harus
diperhatikan, sehingga dengan aturan aturan itu menimbulkan adanya
pernikahan yang sah dan tidak sah, serta pernikahan yang diperbolehkan
dan tidak diperbolehkan, lantas bagaimana dengan pernikahan beda agama ?
Pada dasarnya ulama
membolehkan menikah beda agama, namun dengan kondisi seorang Muslim
laki-laki menikah dengan wanita Ahli Kitab (Nasrani dan Yahudi). Ini
pendapat jumhur (mayoritas ulama).
Dalam beberapa literatur dan juga
kitab-kitab Tafsir disebutkan perbedaan pendapat apakah selain wanita
Ahli Kitab, seorang Muslim boleh menikahinya? Artinya ulama berbeda
pendapat tentang kebolehan menikahi wanita non-Muslim yang dari selain
Ahli Kitab.
Imam Syafi’i dalam kitab klasiknya,
Al-Umm, mendefinisikan Kitabiyah dan non Kitabiyah sebagai berikut,
“Yang dimaksud dengan ahlul kitab adalah orang-orang Yahudi dan Nasrani
yang berasal dari keturunan bangsa Israel asli. Adapun umat-umat lain
yang menganut agama Yahudi dan Nasrani, rnaka mereka tidak termasuk
dalam kata ahlul kitab. Sebab, Nabi Musa a.s. dan Nabi Isa a.s. tidak
diutus kecuali untuk Israil dan dakwah mereka juga bukan ditujukan bagi
umat-umat setelah Bani israil.”
Jumhur sahabat dan jumhur ulama pun
membolehkan pernikahan berbeda agama dalam keadaan seperti ini, yakni
laki laki muslim menikahi wanita muslim, diantara para jumhur shahabat
membolehkan laki-laki muslim menikahi wanita kitabiyah, diantaranya
adalah Umar bin Al-Khattab, Ustman bin Affan, Jabir, Thalhah, Huzaifah.
Bersama dengan para shahabat Nabi juga ada para tabi`Insya Allah seperti
Atho`, Ibnul Musayib, al-Hasan, Thawus, Ibnu Jabir Az-Zuhri.
Adapun jika keadaannya terbalik, wanita muslim menikahi laki laki non muslim (kafir / musyrik) Ijma’
(konsensus) ulama: tidak diperbolehkan seorang wanita Muslimah menikah
dengan laki-laki non-Muslim, apapun jenis ke-non-Muslimannya. Entah itu
dia seorang Nasrani, Yahudi, Budha, Hindu atau agama pun, yang penting
ia bukanlah seorang Muslim.
Yang sedikit berbeda pendapatnya hanyalah
Imam Malik dan Imam Ahmad bin Hanbal, dimana mereka berdua tidak
melarang hanya memkaruhkan menikahi wanita kitabiyah selama ada wanita
muslimah.
Pendapat yang mengatakan bahwa
nasrani itu musyrik adalah pendapat Ibnu Umar. Beliau mengatakan bahwa
nasrani itu musyrik. Selain itu ada Ibnu Hazm yang mengatakan bahwa
tidak ada yang lebih musyrik dari orang yang mengatakan bahwa tuhannya
adalah Isa. Sehingga menurut mereka menikahi wanita ahli kitab itu haram
hukumnya karena mereka adalah musyrik.
Namun jumhur Ulama tetap mengatakan bahwa
wanita kitabiyah itu boleh dinikahi, meski ada perbedaan dalam tingkat
kebolehannya. Namun demikian, wanita muslimah yang komitmen dan
bersungguh-sungguh dengan agamanya tentu lebih utama dan lebih layak
bagi seorang muslim dibanding wanita ahlul kitab. Juga apabila ia
khawatir terhadap akidah anak-anak yang lahir nanti, serta apabila
jumlah pria muslim sedikit sementarawanita muslimah banyak, maka dalam
kondisi demikian ada yang berpendapat haram hukumnyapria muslim menikah
dengan wanita non muslim.
Secara ringkas hukum nikah beda agama bisa kita bagi menjadi demikian :
- Suami Islam, istri ahli kitab = boleh
- Suami Islam, istri kafir bukan ahli kitab = haram
- Suami ahli kitab, istri Islam = haram
- Suami kafir bukan ahli kitab, istri Islam = haram
Dibolehkannya laki-laki muslim menikah
dengan wanita ahlul kitab namun tidak sebaliknya karena laki-laki adalah
pemimpin rumah tangga, berkuasa atas isterinya, dan bertanggung jawab
terhadap dirinya. Namun perlulah diketahui masih adakah yg namanya
wanita ahlul kitab zaman sekarang ? wallahu`alam..itu seperti mencari
jarum dalam tumpukan jerami.dan untuk hal satu ini..adalah sulit laki laki menemukan wanita ahli kitab walaupun diperbolehkan.
Islam menjamin kebebasan aqidah bagi
isterinya, serta mlindungi hak-hak dan kehormatannnya dengan syariat dan
bimbingannya. Akan tetapi, agama lain seperti nasrani dan yahudi tidak
pernah memberikan jaminan kepada isteri yang berlainan agama.
- Dalil Mengenai Pernikahan Beda Agama
Allah Ta’ala berfirman,
وَلا تُنْكِحُوا الْمُشْرِكِينَ حَتَّى
يُؤْمِنُوا وَلَعَبْدٌ مُؤْمِنٌ خَيْرٌ مِنْ مُشْرِكٍ وَلَوْ أَعْجَبَكُمْ
أُولَئِكَ يَدْعُونَ إِلَى النَّارِ
“…….dan janganlah kamu menikahkan
orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka
beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang musyrik,
walaupun dia menarik hatimu, mereka mengajak ke neraka,….” ( QS: Al-Baqarah: 221)
(al mumtahanah 10)
“…mereka (wanita-wanita mukmin)
tiada halal bagi orang-orang kafir itu dan orang-orang kafir itu tiada
halal pula bagi mereka… “ (QS: Al-Mumtahanah: 10)
Dua ayat ini secara tegas mengatakan
bahwa wanita Muslimah itu haram dinikahkah dengan orang kafir bagaimana
pun alasannya. Dan ulama telah mengatakan bahwa ini adalah Ijma’ ulama.
Jika suatu hukum itu sudah dihukumi oleh sebuah Ijma’,
maka sudah tidak ada lagi perselisihan pendapat didalamnnya. Begitu
suatu masalah dihukumi, dan hukum itu tidak diperselisihkan oleh ulama
yang lain, maka itu menjadi ijma’. Dan ketika sudah menjadi Ijma’, sudah tidak perlu lagi dipertanyakan. Ini prinsip yang dipegang oleh para fuqaha’ (ahli fiqih).
Adapun ayat yang terkandung dalam surah Al-Maidah ayat 5, seperti dibawah ini:
(al maidah 5)
Pada hari ini dihalalkan bagimu yang
baik-baik. Makanan (sembelihan) orang-orang Ahli kitab itu halal bagimu,
dan makanan kamu halal (pula) bagi mereka. (Dan dihalalkan mangawini)
wanita yang menjaga kehormatan diantara wanita-wanita yang beriman dan
wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara orang-orang Ahli kitab
sebelum kamu…..” (QS. Al-Maidah: 5)
Ayat ini ialah takhshish [تخصيص]
untuk ayat 221 surah al-Baqarah diatas. Disebutkan bahwa wanita
non-Muslim (musyrik) itu tidak boleh dinikahi oleh laki-laki Muslim.
Pada ayat ini terjadi pengkhususan, bahwa larangan yang ada di surah
al-Baqarah itu untuk wanita musyrik saja, sedangkan Ahli Kitab,
dibolehkan.
Artinya bahwa kalau wanita itu Ahli
Kitab, tetap boleh. Walaupun ia seorang wanita kafir. Karena yang
dilarang itu ialah wanita kafir yang selain Ahli Kitab.
Larangan bagi wanita Muslimah untuk menikah dengan laki-laki non-Muslim tetap berlaku. Karena ayat ini ialah takhshish [تخصيص] bukan naskh
[نسخ] yang menghapus kandungan hukum dalam ayat. Ini hanya pengkhususan
saja. Maka yang tidak dikhususkan dalam ayat, hukumnya tetap berlaku.
semoga bermanfaat artikelnya salam
ReplyDeleteLanjutkan
Salam kenal balik ^_^ amin terima kasih atas doanya
ReplyDelete