Wednesday, May 11, 2016

penjelasan iddah bagi seorang wanita yang di talak

Islam sebagai agama yang sempurna telah mengatur segala hal tentang kehidupan, termasuk pernikahan, perceraian (thalak), rujuk, idah, dan sebagainya. Talak dapat dilaksanakan dalam keadaan yang sangat membutuhkan, dan tidak ada jalan lain untuk mengadakan perbaikan. Hal ini antara lain dibolehkan apabila suami istri sudah tidak dapat melakukan kewajiban masing-masing sesuai dengan ketentuan agama, sehingga tujuan rumah tangga yang pokok yaitu mencapai kehidupan rumah tangga yang tenang dan bahagia sudah tidak tercapai lagi. Apalagi kalau rumah tangga itu dapat mengakibatkan penderitaan-penderitaan dan perpecahan antara suami istri tersebut, maka dalam keadaan demikian perceraian dapat dilaksanakan, yaitu sebagai jalan keluar bagi segala penderitaan baik yang menimpa suami atau istri.
       Namun demikian, bagi wanita yang dicerai oleh suaminya, baik cerai biasa atau cerai mati (ditinggal mati), tidaklah boleh langsung menikah lagi dengan laki-laki lain, melainkan ia harus menunggu untuk sementara waktu lebih dahulu. Masa menunggu bagi wanita yang bercerai itu disebut iddah. Diadakan masa iddah itu dimaksudkan untuk mengetahui apakah selama masa iddah itu wanita tersebut hamil atau tidak, dan jika ternyata hamil maka anak tersebut masih sebagai anak dari suami yang pertama. Selain itu, iddah dimaksudkan sebagai masa untuk ‘berpikir ulang’ bagi suami istri untuk menetukan kelanjutan hubungan mereka. Jika ternyata dalam masa iddah itu, suami istri menyesali perceraian mereka, mereka bias rujuk atau kembali ke ikatan pernikahan mereka yang lama.

Menurut Abu Zakaria al-Anshary, Bahwa ihdad berasal dari kata ahadda, dan  kadangbisa juga disebut al-Hidad yang diambil dari kata hadda. Secara evitimologis (lughawi) ihdad berarti al-man’u(cegahan atau larangan)sedangkan menurut Abdul Mujib dan kawan-kawannya, bahwa yang dimaksud dengan ihdad adalah masa berkabung bagi seorang istri yang ditinggal mati oleh suaminya. Masa tersebut adalah 4 bulan dan sepuluh hari yang disertai dengan larangan-larangan, antara lain: bercelek mata,berhias diri,keluar rumah,kecuali dalam keadaanterpaksa.
Sedangkan menurut pandangan syara’ ihdad adalah meninggalkan pakaian yang dicelup warna yang dimaksud untuk perhiasan, sekalipun pencelupan itu dilakukan sebelum kain itu ditenun atau kain tiu menjadi kasar
Tetapi menurut Sayyid Abu Bakar  al-Dimyati memberikan devinisi ihdad sebagaimana berikut.
Ihdad adalah menahan diri dari bersolek atau berhias diri dibadan.
Dengan redaksi sedikit berbeda, Wahbah Zuhaili memberikan definisi sebagai berikut.
Ihdad adalah meninggalkan harum-haruman, perhiasan, celak mata, dan minyak. minyak yang mengharumakan atau tidak.
Menurut pengarang kitab Hasyiyatani bahwa ihdad :
Yang artinya:”secara bahasa larangan, secara syara’ larangan yang ditentukan untuk berhias diri dan memakai pakain yang dicelup atau pakai pewarna dan sesasamanya
Imam Hanafi devinisi ihdad adalah:
Ihdad adalah suatu ungkapan yang didivinisikan dengan menjahuinya seorang perempuan dari memakai harum-haruman, memakai celak, berhias, tidak boleh menyisir rambutnya dan lainnya.
Imam Maliki mendevinisikan ihdad adalah:
Ihdad adalah meninggalkan semua hiasan termasuk juga cincin, yang dibuat berhias oleh seorang perempuan seperti minter, celak wangi-wangian dan baju yang di warnai.
Menurut Imam Ahmad Bin Hanbal sebagaiman:
Ihda adalah seorang perempuan yang ditinggal mati oleh suaminya untuk menjahui berhias diri baik dari pakaian maupun dari wangi-wangian.

No comments:

Post a Comment