Adapun beberapa syarat yang harus dilaksanakan sebelum melakukn Aqiqah
a) Dari sudut umur binatang Aqiqah & korban
sama sahaja.
b) Sembelihan aqiqah dipotong mengikut sendinya
dengan tidak memecahkan tulang sesuai
dengan tujuan aqiqah itu sebagai “Fida”(mempertalikan ikatan diri anak dengan
Allah swt).
c) Sunat dimasak dan diagih atau dijamu fakir
dan miskin, ahli keluarga, jiran tetangga dan saudara mara. Berbeza dengan
daging korban, sunat diagihkan daging yang belum dimasak.
d) Anak lelaki disunatkan aqiqah dengan dua ekor
kambing dan seekor untuk anak perempuan
kerana
mengikut sunnah Rasulullah.
‘Aisyah
Radhiallahu ‘anha katanya:
Maksudnya:
"Afdhal bagi anak lelaki dua ekor kambing yang sama keadaannya dan bagi
anak perempuan seekor kambing. Dipotong anggota-anggota (binatang) dan jangan
dipecah-pecah tulangnya." (HR.AL-HAKIM).Hal beberapa ini sunnat di lakukan ketika pelangsanaan Aqiqah
1. Membaca Basmalah
2. Selawat ke atas nabi
3. Menghadap kiblat
4. Bertakbir
5. Berdoa supaya diterima ibadah korban itu.
Sejak
seorang suami memancarkan sperma kepada istrinya, lalu sperma itu
berlomba-lomba mendatangi panggilan indung telur melalui signyal kimiawi yang
dipancarkan darinya, sejak itu tanpa banyak disadari oleh manusia, sesungguhnya
setan jin sudah mengadakan penyerangan kepada calon anak mereka. Hal tersebut
dilakukan oleh jin dalam rangka membangun pondasi di dalam janin yang masih
sangat lemah itu, supaya kelak di saat anak manusia tersebut menjadi dewasa dan
kuat, setan jin tetap dapat menguasai target sasarannya itu. Maka sejak itu
pula Rasulullah saw. telah mengajarkan kepada umatnya cara menangkal serangan
yang sangat membahayakan itu sebagaimana yang disampaikan Beliau saw. melalui
sabdanya berikut ini :
حَدِيثُ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَوْ أَنَّ أَحَدَهُمْ إِذَا أَرَادَ أَنْ يَأْتِيَ أَهْلَهُ قَالَ بِاسْمِ اللَّهِ اللَّهُمَّ جَنِّبْنَا الشَّيْطَانَ وَجَنِّبِ الشَّيْطَانَ مَا رَزَقْتَنَا فَإِنَّهُ إِنْ يُقَدَّرْ بَيْنَهُمَا وَلَدٌ فِي ذَلِكَ لَمْ يَضُرَّهُ شَيْطَانٌ أَبَدًا *
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas r.a
berkata: Rasulullah s.a.w pernah bersabda: apabila seseorang diantara kamu
ingin bersetubuh dengan isterinya hendaklah dia membaca:
بِسْمِ اللَّهِ اللَّهُمَّ جَنِّبْنَا الشَّيْطَانَ وَجَنِّبِ الشَّيْطَانَ مَا رَزَقْتَنَا
Yang artinya: Dengan nama Allah yang
Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Wahai Tuhanku! Jauhkanlah kami dari setan dan
jauhkanlah setan dari apa yang Engkau karuniakan kepada kami. Sekiranya
hubungan aantara suami istri itu ditakdirkan mendapat seorang anak. Anak itu
tidak akan diganggu oleh setan untuk selamanya
· Riwayat Bukhari di dalam Kitab Nikah hadits nomor 4767.· Riwayat Muslim di dalam Kitab Nikah hadits nomor 2591.
· Riwayat Tirmidzi di dalam Kitab Nikah hadist nomor 1012.
· Riwayat Abu Dawud di dalam Kitab Nikah hadits nomor 1846.
Disaat
manusia sedang menjalani bagian kehidupan yang paling nikmat, mereka tidak
boleh lupa diri. Mereka tidak boleh lupa kepada Allah Ta’ala. Kebahagiaan hidup
itu harus dimulai dengan berdzikir menyebut asma-Nya dan membaca do’a. Hal itu
harus dilakukan, supaya kebutuhan biologis manusiawi tersebut dinilai sebagai
amal ibadah. Ketika perbuatan yang sering menjadikan manusia lupa diri itu
menjadi amal ibadah, disamping mereka mendapatkan pahala yang besar, juga apa
saja yang ditimbulkan darinya akan menjadi buah ibadah. Oleh karena ibadah
berarti menolong di jalan Allah, maka Allah Ta’ala akan selalu memberikan
pertolongan kepada hamba-Nya yang beriman itu. Allah Ta’ala menyatakan hal
tersebut dengan firman-Nya:
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا إِنْ تَنْصُرُوا اللَّهَ يَنْصُرْكُمْ وَيُثَبِّتْ أَقْدَامَكُمْ - محمد:47/7
Hai orang-orang yang beriman, jika
kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan
kedudukanmu. QS:47/7.
Dengan
sebab pertolongan Ilahiyah tersebut, sejak saat itu juga calon anak manusia itu
akan mendapatkan perlindungan dari-Nya. Janin yang masih sangat lemah itu
dimasukkan dalam benteng perlindungan-Nya yang kokoh sehingga
setan jin tidak mampu lagi mengganggu untuk
selama-lamanya. Allah Ta’ala telah menyatakan pula dengan firman-Nya:
إِنَّ عِبَادِي لَيْسَ لَكَ عَلَيْهِمْ سُلْطَانٌ إِلَّا مَنِ اتَّبَعَكَ مِنَ الْغَاوِينَ - الحجر:15/42
Sesungguhnya hamba-hamba-Ku tidak ada
kekuasaan bagimu terhadap mereka, kecuali orang-orang yang mengikuti kamu,
yaitu orang-orang yang sesat. QS:15/42.
Adakah
kasih sayang yang melebihi kasih sayang Allah Ta’ala kepada hamba-Nya, dan
Rasulullah saw. kepada umatnya? Betapa seandainya tidak ada kasih sayang itu.
Seandainya kita tidak diajarkan oleh Rasulullah saw. usaha tandingan untuk
menangkal bahaya besar yang tidak banyak disadarai oleh manusia itu, adakah
kira-kira manusia dapat selamat dari ancaman setan jin yang sangat mengerikan
itu?
Sementara sepasang anak manusia sedang
asyik-asyiknya dalam keadaan lupa diri, ternyata setan jin telah menyiapkan
jurus-jurus ampuh. Jika seandainya tidak ada penangkal tersebut barangkali
dapat dipastikan, tidak ada seorang manusiapun mampu menyelamatkan diri dari
serangan jin yang mematikan itu.
Buah
ibadah yang dilakukan oleh seorang laki-laki sebelum mendatangi istrinya itu
disebut “Nismatul ‘ubudiyah” sedangkan kehidupan yang mendiami janin di dalam
rahim seorang ibu itu disebut “Nismatul adamiyah”. Selama keberadaan nismatul
adamiyah didampingi nismatul ‘ubudiyah, sampai kapanpun anak manusia tetap
mendapatkan perlindungan Allah Ta’ala. Dengan perlindungan itu setan jin tidak
mempunyai kekuatan untuk menguasainya, kecuali manusia sendiri terlebih dahulu
merusak sistem perlindungan tersebut dengan berbuat kemaksiatan dan dosa.
Akibat dosa-dosa yang dilakukan itu dengan sendirinya nismatul ‘ubudiyah akan
meninggalkan nismatul adamiyah, sehingga terbuka peluang bagi setan jin untuk
menguasai manusia.
Ketika
persetubuhan itu tidak dilandasi dengan nuansa ibadah, tidak diniati dengan
niat yang baik, hanya memperturutkan dorongan hawa nafsu belaka, lebih-lebih
lagi dilaksanakan dalam kondisi masih haram, sehingga sejak proses awal
kejadian anak manusia itu tidak mendapatkan nismatul ‘ubudiyah, tidak
mendapatkan sistem penjagaan malaikat untuk melindungi jalan hidupnya, maka
sejak masih berbentuk janin itu, anak manusia tersebut sudah terkontaminasi
anasir-anasir jin. Akibatnya, sejak itu pula menjadi sangat rentan mendapatkan
gangguan setan jin, baik jasmani maupun ruhaninya. Jasmaninya dalam arti sangat
rentan mendapatkan berbagai macam penyakit yang penyebabnya datang dari dimensi
alam jin dan ruhaninya dalam arti baik kesadaran maupun karakternya rentan
mendapatkan gangguan jin. Dengan demikian itu berarti, bagian kehidupan
anak manusia itu telah tergadai di dalam
kekuasaan setan jin sehingga kapan saja jin dapat melaksanakan niat jahatnya.
Allah Ta’ala telah menegaskan hal tersebut dengan firman-Nya:
كُلُّ نَفْسٍ بِمَا كَسَبَتْ رَهِينَةٌ - المدثر:74/38
Tiap-tiap jiwa dengan apa yang telah
diperbuatnya akan tergadai. QS:74/83.
Akibat
dari kesalahan tersebut, jiwa anak manusia bagaikan sudah digadaikan oleh orang
tuanya kepada setan jin, maka dia membutuhkan tebusan untuk membebaskannya.
Oleh karena itu, berkat rahmat-Nya yang Agung, Allah Ta’ala masih memberikan
kesempatan kepada setiap orang tua untuk menebus jiwa anaknya tersebut dengan
melaksanakan sunnah Rasulullah saw yang disebut Aqiqoh.
Sebagaimana pelaksanaan ibadah qurban – laki-laki dengan dua ekor
kambing dan perempuan dengan satu ekor kambing – Aqiqoh juga demikian.
Rasulullah saw.
sebagai seorang Rasul yang “Ma’shum” atau yang
sudah mendapat jaminan keselamatan dan penjagaan dari akibat
kesalahan-kesalahan dan dosa-dosa, beliau melaksanakan Aqiqoh untuk
putra-putrinya hanya selang tujuh hari setelah hari kelahirannya.
Hal itu berarti mengandung pelajaran bagi umatnya
tentang demikian besarnya hikmah Aqiqoh.
Jika
diambil arti secara filosofi, tujuan aqiqoh juga seperti tujuan ibadah qurban,
yakni melaksanakan tebusan atau yang disebut dengan istilah Fida’. Artinya;
yang semestinya Nabi Ismail as. mati kerena saat itu Nabi Ibrahim as.
mendapatkan perintah untuk menyembelihnya, namun kematian itu ditebusi oleh
Allah Ta’ala dengan kematian seekor binatang qurban. Sehingga sejak itu, setiap
hari Raya Qurban kaum muslimin disunnahkan untuk melaksanakan qurban dengan
menyembelih binatang qurban. Seperti itu pula tujuan aqiqoh yang dilakukan oleh
kedua orang tua terhadap anaknya. Yakni melaksanakan penebusan barangkali di
saat kedua orang tua tersebut melaksanakan kuwajiban nafkah badan ada
kehilafan. Maksudnya, bagian kehidupan anak yang sudah terlanjur tergadaikan
kepada setan jin akibat kesalahan yang diperbuat, orang tua itu dianjurkan
melaksanakan tebusan dengan melaksanakan aqiqoh bagi anak-anaknya.
Oleh
karena itu hendaknya umat Islam melaksanakan aqiqoh untuk anak-anaknya dengan
sungguh-sungguh, dilaksanakan dengan ikhlas semata-mata karena Allah Ta’ala.
Aqiqoh boleh dilaksanakan bersamaan pelaksanaan hajad-
hajad yang lain, hal itu karena daging aqiqoh
dianjurkan dibagikan dalam keadaan matang. Boleh untuk walimatul ‘ursy, atau
walimatul khitan umpamanya, asal dalam pelaksanaan itu tidak dibarengi dengan
niat-niat yang tidak terpuji. Aqiqoh tidak boleh dibarengi dengan niat-niat
yang dapat membatalkan pahala ibadah, misalnya untuk berbuat bangga-banggaan
atau untuk perbuatan riya’ dan pamer, atau perbuatan yang sifatnya mubadzdzir
menurut hukum agama islam, seperti pesta-pesta perkawinan yang sifatnya hanya
untuk menunjukkan status dan kehormatan duniawi, hanya untuk pamer kesombongan
dan bangga-banggaan. Hal itu dilakukan agar aqiqoh yang dilaksanakan itu
benar-benar mencapai target sasaran. Menjadikan kafarot atau peleburan bagi
dosa-dosa dan kesalahan yang telah terlanjur dilakukan oleh kedua orang tua.
Jadi,
salah satu hikmah aqiqoh adalah, disamping diniatkan untuk melaksanakan sunnah
Rasul saw, juga dapat dijadikan media atau sarana bagi usaha penyembuhan orang
yang telah terlanjur jiwanya tergadaikan kepada setan jin sehingga
badannya dihinggapi berbagai penyakit. Aqiqoh yang dilaksanakan itu bukan
dalam arti kambing yang disembelih itu kemudian dipersembahkan kepada jin yang
sedang memperdaya orang yang sakit sehingga hukumnya menjadi syirik. Hal
tersebut sebagaimana yang disangkah oleh sebagian kalangan yang tidak memahami
ilmunya. Namun dilaksanakan semata-mata melaksanakan syari’at agama. Dengan
asumsi, bahwa ibadah yang dilakukan oleh seorang hamba bukan untuk kepentingan
Allah Ta’ala, tetapi pasti ada kemanfaatan bagi orang yang malakukannya.
Hal itu
bisa terjadi, karena secara sunatullah, Allah Ta’ala sudah menetapkan bahwa
setiap amal kebajikan pasti dapat menghilangkan kejelekan, asal kebajikan
tersebut dilaksanakan semata-mata melaksanakan perintah-Nya. Allah Ta’ala telah
menegaskan dengan firman-Nya:
إِنَّ الْحَسَنَاتِ يُذْهِبْنَ السَّيِّئَاتِ ذَلِكَ ذِكْرَى لِلذَّاكِرِينَ - هود:11/114
“Sesungguhnya perbuatan-perbuatan
yang baik itu menghapuskan (dosa) perbuatan-perbuatan yang buruk. Itulah
peringatan bagi orang-orang yang ingat”. QS:11/114.
salam kak semoga bermanfaat
ReplyDeleteLanjutkan