Saturday, May 14, 2016

MENGENAL IFTA’ DAN ISTIFTA’

Pada masa awal perkembangan Islam, Rasulullah SAW. telah menghadapi berbagai persoalan-persoalan baru yang menyangkut urusan-urusan keagamaan dan keduniaan, terutama di kalangan bangsa Arab Makkah. Bersamaan dengan itu, Allah menurunkan wahyu sebagai tanda kemukjizatan Rasulullah SAW. penutup para Nabi.
Makna hal terpenting dari wahyu tersebut adalah Rasulullah SAW mengeluarkan fatwa-fatwa sebagai petunjuk, pedoman dan panduan bagi umat Islam dalam memberikan penjelasan, jawaban dan alternatif terhadap persoalan-persoalan yang mencakupi isu-isu akidah, sosial, ekonomi, adat, budaya, politik dan lain-lain. Dengan demikian, kehidupan terus berjalan di bawah ajaran (hukum-hukum ) dan bimbingan agama Allah.
Seiring dengan perkembangan zaman dan tuntutan kondisi, berbagai persoalan entah klise ataupun baru, selalu muncul di tengah-tengah masyarakat.
Umat Islam kerap dihadapkan pada kegamangan, setiap kali perubahan zaman terjadi. 
 1.    Fatwa
Kata Fatwa (kemudian disebut dalam istilah bahasa Indonesia) sepadan dengan kata Ifta’ yang berakar dari afta, berarti penjelasan tentang suatu masalah.[1][1]
Dari segi terminologi fatwa adalah pendapat atau keputusan dari alim ulama atau ahli hukum Islam. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan, fatwa adalah jawab (keputusan/pendapat) yang diberikan oleh mufti terhadap suatu masalah atau juga dinamakan dengan petuah. Sedangkan dalam ilmu ushul fiqh, fatwa berarti pendapat yang dikemukakan oleh seorang mujtahid atau fakih sebagai jawaban yang diajukan peminta fatwa dalam satu kasus yang sifatnya tidak mengikat.
الإِخْبَارُ عَنْ حُكْمِ الله تَعَالى بِمُقْتَضَى الأَدِلَّةِ الشَّرْعِيَّةِ عَلَى جِهَةِ الْعُمُوْمِ وَالشُّمُوْلِ
“Fatwa ialah menyampaikan hukum-hukum Allah berdasarkan dalil-dalil syariah yang mencakup segala persoalan”.
Menurut ulama Hanafi, ifta’ adalah menjelaskan hukum terhadap suatu permasalahan (bayan hukm al-mas’alah). Dalam pandangan ulama Maliki, ifta’ adalah menginformasikan tentang suatu hukum syariat dengan cara yang tidak mengikat (al-ikhbar bi al-hukm al-shar‘i ‘ala ghayr wajh al-ilzam).
Al-Qaradawi mendefinisikan ifta’ sebagai “menjelaskan hukum syariat tentang satu persoalan sebagai jawaban terhadap pertanyaan seorang penanya, baik yang jelas maupun samar, individual maupun kolektif” (bayan al-hukm al-shar‘i fi qadiyyah min al-qadaya jawaban ‘an su’al sa’il mu‘ayyan kan aw mubham, fard aw jama‘ah).
2.      2. Istifta’
Sedangkan istifta’ secara Etimologi ialah :
الْجَوَابُ عَمَّا يُشْكِلُ مِنَ الأُمُوْرِ
“menyelesaikan setiap problem”
Menurut Hallaq, di dalam Alquran, istilah istifta’ mengandung konotasi permohonan untuk memecahkan satu persoalan yang di anggap rumit dan pelik.
Seperti firman Allah : yang artinya
Dan mereka minta fatwa kepadamu tentang para wanita. Katakanlah: "Allah memberi fatwa kepadamu tentang mereka,” (Q.S. An-Nisa’ : 127)
maka dalam hemat kami, Istifta’ dapat juga diartikan sebagai pertanyaan (aktifitas permohonannya) untuk memperoleh jawaban-jawaban (Fatwa) yang dikeluarkan sebagai respons terhadap berbagai peristiwa dan kejadian yang dihadapi di dalam masyarakat baik secara individual maupun kolektif. Sedangkan, Pihak yang meminta fatwa tersebut disebut al-mustafi.
3.      3. Mufti
Sedangkan Mufti ialah pemberi Fatwa. Namun, mufti tidak mengeluarkan fatwanya kecuali apabila diminta dan persoalan yang diajukan kepadanya adalah persoalan yang bisa dijawabnya sesuai dengan pengetahuannya. Oleh sebab itu, mufti dalam menghadapi suatu persoalan hukum harus benar-benar mengetahui secara rinci kasus yang dipertanyakan, mempertimbangkan kemaslahatan peminta fatwa, lingkungan yang mengitarinya, serta tujuan yang ingin dicapai dari fatwa tersebut. Ini sesuai dengan kaidah ushul fiqh: “akibat dari suatu fatwa lebih berat dari fatwa itu sendiri”.
Adapun orang yang pertama menjabat sebagai mufti di dalam islam ialah Rasulullah Muhammad SAW. Beliau memberi fatwa terhadap segala permasalahan yang timbul atau terjadi berdasarkan wahyu dari Allah swt. yang diturunkan beliau.
Kemudian untuk menjadi seorang mufti/menjabat sebagai mufti tidaklah mudah dan tidak sembarangan orang,karena banyak syarat yg harus di penuhi dan harus memiliki ilmu yang memadahi untuk menjadi seorang mufti.

No comments:

Post a Comment