SHALAT ISTISQA’
Shalat
Istisqa’ adalah Shalat yang dianjurkan ketika lama tidak turun hujan
atau ketika sumber mata air sudah lama mengering, Shalat Istisqa’
disunnahkan berdasarkan sebab dzahirnya, dan tidak dianjurkan lagi
ketika sebab-sebabnya sudah tiada seperti mulai turun hujan atau
mengalirnya mata air dari sumbernya.
B. Cara PelaksanaanAda 3 cara dalam melaksanakan Istisqa’ yang dianjurkan dalam Islam :
1. Berdo’a agar diturunkan hujan di setiap saat
2. Berdo’a di waktu I’tidal rakaat terakhir pada setiap Shalat Fardhu dan setiap setelah Shalat
3. Paling sempurnanya adalah dengan melaksanakan cara berikut ini :
a. Imam (pemimipin/pemerintah) atau yang mewakili Imam seperti Ulama memerintahkan masyarakat dengan :
i. Bertaubat dengan sebenar-benar taubat
ii. Bersedekah kepada fakir-miskin, keluar dari kedzaliman, mendamaikan orang yang bertikai
iii. Puasa 4 hari berturut-turut
b.
Imam keluar dengan masyarakat pada hari ke-4 puasa dengan memakai baju
yang sederhana (yang dianjurkan adalah memakai baju compang-camping) dan
penuh kekhusyuan dan penuh ketenangan di satu lapangan, kemudian Imam
atau wakilnya melakukan Shalat 2 rakaat berjama’ah bersama masyarakatnya
seperti dalam pelaksanaan Shalat Hari Raya.
عَنِ
ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ: خَرَجَ رَسُوْلُ اللهِ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مُتَوَاضِعاً مُتَبَذِّلاً مُتَخَشِّعاً
مُتَرَّسِلاً مُتَضَرِّعاً فَصَلَّى رَكْعَتَيْنِ كَمَا يُصَلِّيْ فِى
الْعِيْدِ. رَوَاهُ ابْنُ مَاجَهَ (1266) وَغَيْرُهُ
Dari
Sayyidina Ibnu Abbas ra, beliau berkata: “Rasulullah SAW keluar dengan
penuh tawadhdhu’ (merendahkan diri), compang-camping, penuh kekhusyuan,
tidak tergesa-gesa dan memohon dengan penuh kesungguhan, kemudian beliau
melakukan Shalat 2 rakaat seperti Shalat di hari raya.” HR. Imam Ibnu
Majah no. 1266 dll
c.
Setelah mereka melakukan Shalat kemudian Imam berkhutbah 2 kali
seperti khutbah hari raya, hanya saja dalam khutbah ini membaca
Istighfar 7 kali pada khutbah yang pertama dan membaca Istighfar 5 kali
pada khutbah yang ke-2 sebagai ganti dari pembacaan Takbir dalam
Khutbah harai raya.
Berdasarkan firman Allah SWT :
Berdasarkan firman Allah SWT :
{ اِسْتَغْفِرُوْا رَبَّكُمْ إِنَّهُ كَانَ غَفَّاراً * يُرْسِلِ السَّمَاءَ عَلَيْكُمْ مِدْرَاراً { [ نوح:10,11]
“Mintalah
ampun kalian kepada tuhan kalian, sesungguhnya Dia maha pengampun,
Dia-lah yang menurunkan hujan dari langit untuk kalian dengan begitu
derasnya.” QS. Nuh : 10-11
Ketika Khotib memulia Khutbah yang ke-2 dan telah berlalu 1/3 dari Kutbahnyasetelah itu Khotib menghadap Kiblat dan membelaking Jama’ah, kemudian Khotib merubah posisi Rida’-nya (Sorban yang diletakkan pada bahu) yaitu dengan meletakkan posisi yang di atas dibalik ke bawah, serta yang kanan dibalik ke kiri dan sebaliknya sebegai tanda pengharapan kepada Allah SWT agar dirubahnya kondisi kemarau menjadi penuh hujan rahmat.
Ketika Khotib memulia Khutbah yang ke-2 dan telah berlalu 1/3 dari Kutbahnyasetelah itu Khotib menghadap Kiblat dan membelaking Jama’ah, kemudian Khotib merubah posisi Rida’-nya (Sorban yang diletakkan pada bahu) yaitu dengan meletakkan posisi yang di atas dibalik ke bawah, serta yang kanan dibalik ke kiri dan sebaliknya sebegai tanda pengharapan kepada Allah SWT agar dirubahnya kondisi kemarau menjadi penuh hujan rahmat.
عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: خَرَجَ رَسُوْلُ
اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْماً يَسْتَسْقِيْ، فَصَلَّى
بِنَا رَكْعَتَيْنِ بِلاَ أَذَانٍ وَلاَ إِقَامَةٍ، ثُمَّ خَطَبَنَا
وَدَعَا اللهَ، وَحَوَّلَ وَجْهَهُ نَحْوَ الْقِبْلَةِ رَافِعاً يَدَيْهِ،
ثُمَّ قَلَّبَ رِدَاءَهُ: فَجَعَلَ اْلأَيْمَنَ عَلَى اْلأَيْسَرِ
وَاْلأَيْسَرِ عَلَى اْلأَيْمَنِ. رَوَاهُ ابْنُ مَاجَهَ (1268)
Dari Sayyidina Abu Hurairah ra, beliau berkata : “Rasulullah SAW keluar pada hari beliau meminta hujan, kemudian Rasulullah Shalat bersama kami tanpa Adzan dan Iqomah, beliau berkhutbah dan berdo’a kepada Allah dan menghdapkan wajahnya ke kiblat serta mengangkat ke-2 tangannya, kemudian beliau membalikkan sorbannya yaitu dengan meletakkan yang kanan di kiri dan yang kiri di kanan.” HR. Imam Ibnu Majah no. 1268
Bagi jama’ah yang ikut serta dalam pelaksanaan Shalat Istisqa’ disunnahkan juga untuk melakukan hal demikian tersebut di atas.
Disunnahkan bagi Khotib untuk memperbanyak Istighfar, do’a, taubat dan permohonan yang sungguh-sungguh serta bertawassul dengan orang-orang yang Sholeh dan bertakwa.
عَنْ أَنَسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ. أَنَّ عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ كَانَ إِذَا قَحَطُوْا اِسْتَسْقَى بِالْعَبَّاسِ بْنِ عَبْدِ الْمُطَلَّبِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ فَقَالَ: اَللَّهُمَّ إِنَّا كُنَّا نَتَوَسَّلُ إِلَيْكَ بِنَبِيِّنَا فَتَسْقِيْنَا، وَإِنَّا نَتَوَسَّلُ إِلَيْكَ بِعَمِّ نَبِيِّنَا فَاسْقِنَا. قَالَ: فَيُسْقَوْنَ. رَوَاهُ الْبُخَارِيُّ (964)
اَللَّهُمَّ
إِنَّا كُنَّا نَتَوَسَّلُ إِلَيْكَ بِنَبِيِّنَا فَتَسْقِيْنَا، وَإِنَّا
نَتَوَسَّلُ إِلَيْكَ بِعَمِّ نَبِيِّنَا فَاسْقِنَا
“Ya
Allah sungguh kami bertawassul kepada-Mu dengan perantara Nabi-Mu maka
turunkanlah hujan untuk kami, dan sungguh kami juga bertawassul
kepada-Mu dengan perantara paman Nabi-Mu maka turunkanlah hujan untuk
kami.”
Kemudian Sayyidina Anas berkata : “Maka diturunkanlah hujan bagi mereka.” HR. Imam Al-Bukhari no. 964d. Disunnahkan bagi mereka yang menghadiri pelaksanaan Shalat Istisqa’ membawa anak kecil, orang tua dan banatang ternak, sebab musibah (paceklik) tersebut mengenai mereka semua dan tidak diperkenankan melarang Ahli Dzimmah (non muslim yang diberi izin tinggal bersama kaum muslimin) untuk ikut serta hadir dalam prosesi tersebut.
C. Do’a-Do’a Yang Diajarkan Oleh Rasulullah SAW
اَللَّهُمَّ
اجْعَلْهَا سُقْياَ رَحْمَةٍ، وَلاَ تَجْعَلْهَا سُقْياَ عَذَابٍ، وَلاَ
مَحْقٍ وَلاَ بَلاَءٍ، وَلاَ هَدْمٍ وَلاَ غَرْقٍ. اَللَّهُمَّ عَلَى
الظُّرَّابِ وَاْلآكَامِ، وَمَنَابِتِ الشَّجَرِ وَبُطُوْنِ اْلأَوْدِيَةِ،
اَللَّهُمَّ حَوَالَيْنَا وَلاَ عَلَيْنَا. اَللَّهُمَّ اسْقِنَا غَيْثاً
مُغِيْثاً، هَنِيْئاً مَرِيْئاً مُرِيْعاً، سَحاً عَاماً غَدْقاً طَبَقاً
مُجَلَّلاً، دَائِماً إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ. اَللَّهُمَّ اسْقِنَا
الْغَيْثَ وَلاَ تَجْعَلْنَا مِنَ الْقَانِطِيْنَ، اَللَّهُمَّ إِنَّ
بِالْعِبَادِ وَالْبِلاَدِ مِنْ الْجُهْدِ وَالْجُوْعِ وَالضَّنْكِ، مَا
لاَ نَشْكُوْ إِلاَّ إِلَيْكَ.اَللَّهُمَّ أَنْبِتْ لَنَا الزَّرْعَ
وَأَدِرَّ لَنَا الضَّرْعَ، وَأَنْزِلْ عَلَيْنَا مِنْ بَرَكَاتِ
السَّمَاءِ، وَأَنْبِتْ لَنَا مِنْ بَرَكَاتِ اْلأَرْضِ، وَاكْشِفْ عَنَّا
مِنَ الْبَلاَءِ مَا لاَ يَكْشِفُهُ غَيْرُكَ، اَللَّهُمَّ إِنَّا
نَسْتَغْفِرُكَ إِنَّكَ كُنْتَ غَفَّاراً، فَأَرْسِلِ السَّمَاءَ عَلَيْنَا
مِدْرَاراً.
( رَوَاهُ الْبُخَارِيُّ :967؛ وَمُسْلِمٌ : 897؛ وَأَبُوْ دَاوُدَ 1169؛ وَالشَّافِعِيُّ:” اْلأُمُّ 1/222″ ، وَغَيْرُهُمْ).
( رَوَاهُ الْبُخَارِيُّ :967؛ وَمُسْلِمٌ : 897؛ وَأَبُوْ دَاوُدَ 1169؛ وَالشَّافِعِيُّ:” اْلأُمُّ 1/222″ ، وَغَيْرُهُمْ).
“Ya
Allah jadikanlah curahan ini sebagai rahmat dan jangan engkau jadikan
curahan ini sebagai siksa, bukan kehancuran, bahaya, kerusakan dan bukan
pula ketenggelaman bagi kami. Ya Allah turunkanlah hujan pada
bukit-bukit, tumbuh-tumbuhan dan lembah-lembah. Ya Allah turunkanlah
hujan di sekitar kami, bukan hujan yang berakibat buruk atas kami. Ya
Allah turunkanlah hujan yang melepaskan kami dari paceklik, tanpa
disertai kesusahan, baik akibatnya, subur dengan kesegaran, deras dan
lebat yang menyeluruh pada permukaan bumi terus-menerus (manfaatnya)
sampai hari Kiamat. Ya Allah turunkanlah hujan untuk kami dan jangan
Engkau jadikan kami orang-orang yang berputus asa karena hujan yang
belum turun. Ya Allah sungguh hamba-hamba-Mu serta negri-negri mereka
tertimpa kesulitan, kelaparan dan paceklik yang dahsyat, sungguh tiada
kami mengadu melainkan hanya kepada-Mu. Ya Allah tumbuhkanlah
kebun-kebun untuk kami dan perbanyaklah susu kambing, turunkanlah
barakah dari langit, tumbuhkanlah barakah-barakah bumi, keluarkanlah
kami dari bahaya yang tiada seorangpun yang bisa mengeluarkannya
melainkan hanya Engkau. Ya Allah sesungguhnya kami memohon ampun
kepada-Mu, sesungguhnya Engkau maha pengampun, maka turunkanlah hujan
dari langit untuk kami.”
HR. Imam Al-Bukhari no. 967, Imam Muslim no. 897, Imam Abu Daud no. 1169 dan Imam Asy-Syafi’i dalam kitab Al-Umm juz 1 hal. 222 dll.
HR. Imam Al-Bukhari no. 967, Imam Muslim no. 897, Imam Abu Daud no. 1169 dan Imam Asy-Syafi’i dalam kitab Al-Umm juz 1 hal. 222 dll.
Cara Shalat Istisqa
Sebelum melaksanakan shalat istisqa diharapkan semua jama’ah memperbanyak istighfar. Memohon ampunan kepada Allah swt atas segala dosa yang telah dilakukannya. Karena dosa-dosa inilah yang menjauhkan kaum dari rahmat-Nya (diajuhkan dari hujan, didatangkan keprihatianan, paceklik dan berbagai macam cobaan menakutkan lainnya). sebagaimana diterangakan dalam al-Isra ayat 16:
وَإِذَاأَرَدْنَاأَنْنُهْلِكَقَرْيَةًأَمَرْنَامُتْرَفِيهَافَفَسَقُوافِيهَافَحَقَّعَلَيْهَاالْقَوْلُفَدَمَّرْنَاهَاتَدْمِيرًا
Dan jika Kami hendak membinasakan suatu negeri, maka Kami perintahkan
kepada orang-orang yang hidup mewah di negeri itu (supaya mentaati
Allah) tetapi mereka melakukan kedurhakaan dalam negeri itu, maka sudah
sepantasnya berlaku terhadapnya perkataan (ketentuan Kami), kemudian
Kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya.Niat shalat Istisqa:
أُصَلِّيْ سُنَّةَ اْلإِسْتِسْقَاءِ رَكْعَتَيْنِ لِلَّهِ تَعَالَى
Shalat istisqa
ini dilakukan dua rakaat ditanah lapang, pada rakaat pertama bertakbir
sebanyak 7 kali dan 5 kali pada rakaat kedua atau seperti melaksanakan
shalat hari Raya. Imam hendaklah membaca surat Al ‘Ala pada rakaat
pertama dan surat Al Ghasiyah pada rakaat kedua. Setelah shalat istisqa,
imam membaca dua khutbah. Khutbah pertama diawali dengan bacaan
istighfar 9 kali dan khutbah kedua diawali dengan bacaan istighfar 7
kali.
No comments:
Post a Comment